Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat, sejak Januari-Oktober 2019, ekspor minyak sawit dan turunnannya hanya mengalami peningkatan sebesar 2,1%. Angka ini meningkat dari 28,35 juta ton di Januari-Oktober 2018 menjadi 28,95 juta ton di Januari-Oktober 2019.
Bila dirinci, pada periode ini ekspor produk hilir CPO seperti refined pal oil, lauric oil oil, biodiesel hingga olechemical menurun 0,98% dari 23,44 juta menjadi 23,21 juta. Sementara, ekspor CPO justru mengalami kenaikan hingga 16,8% dari 4,49 juta ton menjadi 5,74 juta ton.
Baca Juga: Hingga Oktober 2019, produksi CPO Indonesia tumbuh 11,26%
Bila melihat kinerja ekspor minyak sawit secara bulanan, ekspor minyak sawit di Oktober 2019 sebesar 3,04 juta ton atau sebesar 6,8% dibandingkan September 2019 yang sebesar 3,26 juta ton. Namun, ekspor minyak laurat justru meningkat 64% dan ekspor oleokimia pun meningkat hingga 18%.
"Kenaikan [minyak laurat] yang tinggi ini diduga merupakan carry over dari ekspor minyak laurat yang rendah padda September 2019," tutur Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono dalam keterangan tertulis, Senin (23/12).
Baca Juga: Indonesia dan Uni Eropa Adu Kuat Masalah Diskriminasi Sawit dan Ekspor Nikel
Pakistan menjadi salah satu negara yang mencatat kenaikan ekspor tinggi pada Oktober 2019. Pasalnya, dibandingkan September 2019 dan Oktober 2019, terjadi kenaikan ekspor sebesar 52% atau naik 100.000 ton. Padahal, bila dibandingkan secara tahunan, ekspor ke Pakistan justru menurun 5%.
Berbeda dengan Afrika, ekspor minyak sawit ke Afrika pada Oktober 2019 menurun 270.000 ton atau tumbuh negatif 41% dari September 2019. Namun, melihat kinerja ekspor year on year, ekspor ke Afrika masih tumbuh 88%.
Baca Juga: Indonesia masih mengkaji subsidi yang dilakukan Uni Eropa untuk produk susunya
Harga CPO di Oktober pun meningkat cukup tinggi dari US$ 520 per ton di awal bulan menjadi US$ 660 per ton di akhir bulan.
"Kenaikan harga minyak sawit sangat melegakan pengusaha dan pekebun setelah beberapa tahun menderita karena harga yang rendah. Harga yang baik ini memberikan kesempatan kepada pengusaha dan pekebun untuk memulihkan kondisi kebun dan pabrik agar kembali berproduksi normal," tutur Mukti.
Baca Juga: Apindo: Gugatan Indonesia bisa antisipasi kebijakan diskriminatif yang merambat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News