Reporter: Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kendati mengalami penurunan harga, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia mencatat rekor tertinggi pada bulan April ini sejak tahun 2015 yaitu lebih dari 2,25 juta ton, atau naik 11% dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan 63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di tengah lesunya harga semua minyak nabati di pasar global, ekspor minyak sawit Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan, sejak Januari-April 2015, ekspor minyak sawit Indonesia telah mencapai 7,88 juta ton atau naik 25% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yaitu sebesar 6,3 juta ton. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan minyak sawit di pasar global terus meningkat.
"Padahal minyak sawit hanya sebagai minyak substitusi terutama di China, Amerika dan Eropa yang lebih suka menggunakan minyak kedelai, canola dan minyak bunga matahari," ujar Fadhil, Selasa (26/5).
Menurut Fadhil, Meningkatnya kinerja ekspor minyak sawit Indonesia pada bulan April ini tidak terlepas dari permintaan dari India, Uni Eropa dan China yang merupakan pasar utama ekspor minyak sawit Indonesia. Pasar baru negara-negara Afrika juga kian bergairah dan terus menunjukkan kenaikan selama dua bulan berturut-turut.
Gapki mencatat, volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India di April ini tercatat naik 45,5% dibandingkan bulan lalu atau dari 434.000 ton di bulan Maret menjadi 631.000 ton pada April 2015. Kenaikan volume ekspor ini diikuti oleh negara China 15% dan negara Uni Eropa sebesar 8,5%.
Kenaikan permintaan yang jumlahnya tidak banyak akan tetapi sangat signifikan secara persentase datang dari Pakistan dan Amerika Serikat (AS). Pakistan membukukan kenaikan permintaan sebesar 101% dari 75,75.000 ton menjadi 152.000 ton. Sementara itu AS mencatatkan kenaikan permintaan sebesar 91% atau dari 28,800 ton menjadi 55.000 ton.
Menurut Fadhil, meningkatnya volume permintaan dari beberapa negara di atas karena negera-negara tersebut mengambil kesempatan membeli minyak sawit dari Indonesia di mana pajak ekspornya nol pada bulan April lalu. Sedangkan, Malaysia yang merupakan negara kedua terbesar penghasil minyak sawit mematok pajak ekspor pada April lalu sebesar 4,5% setelah selama enam bulan terakhir mematok nol persen untuk pajak ekspornya. Ekspor seluruh produk minyak sawit, termasuk biodiesel dan finished product Malaysia turun 2% pada April 2015 atau dari 1,77 juta ton di bulan Maret turun menjadi 1,74 juta ton pada April ini.
Selain dipengaruhi pajak ekspor, meningkatnya volume ekspor juga disebab adanya wabah penyakit yang menyerang tanaman Olive di Italia, di mana sekitar 11 juta pohon Olive direkomendasikan European Commission untuk dimusnahkan karena terinfeksi bakteri Xylella Fastidiosa. Pada pertengahan April sekitar 1 juta pohon telah dimusnahkan.
Penebangan atau pemusnahan harus dilakukan karena hanya itu satu-satunya cara untuk memberantas bakteri Xylella Fastidiosa. Dengan pemusnahan masal pohon Olive yang terserang penyakit secara otomatis akan mengurangi pasokan minyak nabati di Uni Eropa sehingga minyak substitusi akan menjadi pilihan. Sementara penguatan dollar AS terhadap mata uang rupiah juga mendongkrak kinerja ekspor minyak sawit Indonesia ke negeri Paman Sam.
Catatan saja, harga rata-rata CPO global kembali anjlok 1% pada bulan April 2015 dibandingkan Maret 2015. Pada Maret harga rata-rata CPO global sebesar US$ 662 per metrik ton turun menjadi US$ 654,6 per metrik ton pada bulan April .
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News