Reporter: Abdul Basith | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta agar penanganan diskriminasi minyak sawit oleh Uni Eropa (EU) segera dilakukan. Pasalnya hal itu akan mempengaruhi pasar ekspor minyak sawit Indonesia.
Tidak hanya ke negara yang tergabung ke EU, ekspor minyak sawit ke negara lain juga akan terpengaruh. "EU punya peran penting disamping karena cukup besar ekspornya juga karena EU sebagai influencer bagi negara lain," ujar Ketua Umum Gapki Joko Supriyono saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/11).
Baca Juga: Pemerintah telah tunjuk firma hukum untuk gugat Uni Eropa di WTO
Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar telah menyurati EU. Dalam surat itu Mahendra menegaskan tuduhan EU terhadap minyak sawit tidak benar.
Adanya surat tersebut dinilai sebagai langkah nyata oleh Gapki. Joko mengatakan Gapki mengapresiasi langkah tersebut yang dapat menjadi peluang negosiasi terkait diskriminasi minyak sawit.
"Ya mungkin saja dapat menjadi peluang negosiasi," terang Joko.
Baca Juga: Cegah kebakaran hutan & lahan, pemegang konsesi harus dibebani tanggung jawab
Sebelumnya EU telah menyepakati implementasi Renewable Energy Directive II (RED II) yang dinilai mendiskriminasi minyak sawit. Aturan tersebut melarang penggunaan minyak sawit sebagai bahan biodiesel.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia memutuskan menggugat UE ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan menunjuk firma hukum untuk melayangkan gugatan.
Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Pradnyawati mengatakan, sebagai perwakilan pemerintah, Kemendag telah mempersiapkan gugatan tersebut.
Baca Juga: Harga CPO Naik ditopang Menipisnya Stok Minyak Sawit Malaysia
"Firma hukumnya juga sudah ditentukan ada yang dari Indonesia dan ada yang dari Eropa," ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/11).
Kendati demikian, Pradnyawati enggan membeberkan nama-nama firma hukum yang telah ditunjuk pemerintah tersebut. Namun dalam gugatan tersebut, Indonesia akan mempersoalkan kebijakan UE dalam Renewable Energy Directive II (RED II).
RED II melarang penggunaan minyak sawit sebagai bahan pembuatan biodiesel. Padahal salah satu ekspor minyak sawit Indonesia ke EU digunakan untuk produksi biodiesel.
Meski tengah mempersiapkan gugatan, Indonesia juga masih terus melakukan perundingan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia EU (IEU CEPA).
Baca Juga: Sebelum B30 diterapkan, Gaikindo: Standard kadar air harus diperhatikan
IEU CEPA merupakam salah satu perjanjian prioritas bagi Indonesia. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto bilang penyelesaian masalah diskriminasi minyak sawit akan dilakukan paralel dengan perundingan IEU CEPA.
"Penyelesaian diskriminasi akan dilakukan berbarengan dengan perundingan IEU CEPA," terang Agus.
Saat ini, pemerintah Indonesia masih menginventarisir perjanjian IEU CEPA. Nantinya masalah minyak sawit juga akan dibahas dalam bab mengenai keberlanjutan atau sustainability.
Baca Juga: Kemenaker menghadiri sidang ILO di Jenewa, Swiss
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News