kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gaprindo: Revisi PP Nomor 109/2012 tidak melibatkan produsen rokok


Selasa, 28 Januari 2020 / 16:08 WIB
Gaprindo: Revisi PP Nomor 109/2012 tidak melibatkan produsen rokok
ILUSTRASI. Pemerintah berniat rivisi PP Nomer 109/2012 tentang Pengamanan bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri hasil Tembakau (IHT) sebagai salah satu industri strategis di Indonesia kembali tertekan dengan adanya rencana revisi Peraturan Pemerintah No 109/2012 tentang Pengamanan bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. 

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti menjelaskan, IHT di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun belakangan, industri ini terus turun volume produksinya.

"Secara rinci pada 2018 volume produksi rokok turun 6% menjadi 330 miliar batang per tahun adapun di 2019 volumenya kembali normal. Tapi dengan adanya revisi peraturan pemerintah bisa saja IHT menjadi minus lagi," kata dia, Selasa (28/1). 

Baca Juga: Bea Cukai dan Pemda merundingkan dana bagi hasil cukai rokok

Muhaimin mengungkapkan, salah satu isu yang kini tengah menjadi pembahasan luas dan menambah keresahan pelaku IHT adalah proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. 

Terlebih karena revisi yang digagas ini tidak melibatkan pelaku usaha. Di dalam rencana peninjauan beleid tersebut ada beberapa poin-poin perubahan yang dinilai Muhaimin tidak relevan dan bersifat eksesif.

Adapun poin-poin tersebut adalah perbesaran gambar peringatan kesehatan dari sebelumnya 40% menjadi 90%. Kemudian, pelarangan penggunaan bahan tambahan yang beraroma dan berasa. Terakhir, pelarangan iklan di media luar ruang dan di dalam toko. 

Nah, adanya rencana pelebaran gambar peringatan kesehatan secara keseluruhan akan menutup identitas produk. Sementara untuk pelarangan iklan di media luar ruang dan dalam toko sangat ditentang karena sampai dengan saat ini rokok merupakan produk legal jadi seharusnya mendapatkan hak periklanan seperti produk lainnya. 

Karena itu, menurutnya seharusnya pemerintah mencari solusi yang adil dan berimbang. Yakni dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial terhadap seluruh rantai pasok IHT. Tidak ketinggalan melibatkan dan menampung masukan para pemangku kepentingan IHT, termasuk pelaku industri. 

Pakar di bidang industri hasil tembakau, Mochammad Sholichin menyoroti poin mengenai penggunaan bahan tambahan. Menurutnya bahan tambahan di sini sangat general, setiap rokok menggunakan saus khas yang bisa disebut sebagai bahan tambahan.

Baca Juga: Jumlah kiriman cerutu bebas cukai dibatasi per akhir Januari, maksimal 5 batang

"Kalau dilarang mengunakan saus sebagai perasa, otomatis produk rokok tidak bisa dibedakan satu dengan yang lainnya. Ibaratnya saos ini adalah rahasia dapur yang diunggulkan produsen rokok," jelasnya. 

Sholichin menambahkan, pelarangan bahan tambahan akan mempengaruhi pasar produk tembakau baik dari kretek maupun rokok putih. Sebab secara pangsa pasar, rokok yang menggunakan saos yakni Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) pangsa pasarnya 95%. 

Jika peraturan ini terealisasi, bakal banyak menimbulkan dampak negatif antara lain kembali lagi muncul rokok ilegal yang tidak terdeteksi tentu ini merugikan negara dari sisi cukai. Selain itu akan terjadi dampak domino, artinya tidak hanya produsen yang tertekan, tapi juga petani tembakau dan cengkeh serta produsen pabrik kertas rokok akan kesusahan. 

Baik Shoclihin maupun Mufti belum bisa memperkirakan potensi kerugian, tapi yang pasti jika melansir data dari paparan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada (10/12) tahun lalu ada beberapa sektor yang mendapatkan pemasukan besar dari IHT. 

Baca Juga: Penjualan rokok elektrik belum terdampak mahalnya harga rokok konvensional

Dirjen Bea dan Cukai mengungkapkan kontribusi IHT terhadap industri periklanan nasional rata-rata  tahun terakhir sekitar 8%. Adapun kalau melihat data 2017, perkiraan nilai kontribusi IHT terhadap pedagang tradisional sebesar Rp 272 triliun. Kemudian penerimaan cukai HT terus tumbuh hingga 2018 lalu sebesar Rp 153 triliun. 

Gaprindo menyatakan mungkin saja ketiga sektor tersebut bisa terganggu karena adanya peraturan yang tidak pro terhadap industri. Adapun menurut Gaprindo tidak menutup kemungkinan jika adanya tekanan yang terus dilakukan pada industri rokok bisa membuat lesu investasi baik yang akan datang maupun yang ada saat ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×