Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Setelah menunggu hampir dua bulan sejak awal Januari, akhirnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan surat rekomendasi impor garam konsumsi sebesar 75.000 ton. Jumlah tersebut setara 30% dari kebutuhan garam semester pertama 226.124 ton.
PT Garam merupakan satu-satunya industri yang diperkenankan mengimpor garam. Perusahaan ini kemudian akan menjualnya kepada industri pengolahan garam lokal. Untuk mendatangkan garam tersebut, PT Garam telah menyiapkan anggaran sebesar US$ 3 juta.
Direktur Utama PT Garam Achmad Budiono mengatakan, rata-rata harga garam sebesar saat ini US$ 40 per ton. Bila garam yang diimpor sebesar 75.000 ton, maka anggaran yang disiapkan sebesar US$ 3 juta ton. Anggaran tersebut, lanjut Achmad sebagian besar berasal dari pinjaman perbankan. "Kami menargetkan pekan depan sudah ada pemenang lelang untuk pengadaan garam impor ini sehingga pekan pertama bulan April semua garam impor ini sudah masuk," ujar Achmad kepada KONTAN, Kamis (2/3).
Achmad mengatakan saat ini, PT Garam sedang membuka lelang dengan para produsen garam dari India dan Australia. Sebab, rencananya garam dari ini akan didatangkan dari dua negara tersebut, masing-masing Australia sebanyak 55.000 ton dan India 20.000 ton.
Nantinya, PT Garam berjanji akan menjual garam ini dengan harga lebih murah di pasar dalam negari, baik di industri kecil kelas Usaha Kecil dan Menengah (UKM), industri pengolahan konsumsi skala menengah dan besar.
Saat ini harga rata-rata garam mencapai Rp 1,4 juta-Rp 1,5 juta per ton. Harga tersebut jauh di atas harga rata-rata pada kondisi normal sebesar Rp 400.000 per ton. Meski begitu, Achmad masih enggan menyebut berapa harga garam impor ini akan dijual ke pasaran.
Untuk memastikan para pelaku usaha kecil mendapatkan pasokan garam, PT Garam akan mendistribusikannya lewat distributor yang selama ini sudah bekerjasama dengan perusahaan plat merah tersebut.
Beri jatah ke petani
Achmad berharap curah hujan sudah mulai berkurang di Madura mulai Juni mendatang sehingga sudah bisa memproduksi garam kembali. Sejauh ini, hanya sentra produksi garam di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sudah mulai berproduksi. Menurutnya, bila waktu sudah memasuki musim kemarau, maka sentra produksi garam lain akan mulai memproduksi garam sehingga impor bisa diakhiri.
Ketua Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI) Jakfar Sodikin mengatakan, pemberian rekomendasi impor garam sebesar 75.000 ton bukanlah solusi bagi petani garam.
Ia bilang, impor garam ini akan dinikmati manfaatnya oleh industri garam skala besar karena saat ini rata-rata kebutuhan garam konsumsi nasional mencapai 125.000 ton per bulan. "Volume impor ini saja tidak cukup untuk kebutuhan sebulan," ujarnya.
Untuk itu, Jakfar meminta PT Garam memberikan jatah khusus bagi petani garam kelas kecil untuk menikmati impor garam ini. Pasalnya, saat ini petani tak punya stok garam untuk menghidupi mereka, sedangkan panen garam diprediksi baru terjadi pada bulan Juni atau Juli mendatang. "Kalau mendapatkan garam impor ini harus bersaing dengan perusahaan besar, kami tak sanggup," ujarnya.
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, pemberian rekomendasi impor garam dilakukan secara bertahap untuk mengantisipasi perembesan garam industri ke pasar garam konsumsi yang marak terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News