Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan rekomendasi impor garam konsumsi sebesar 75.000 ton pada akhir bulan Februari lalu dinilai belum memberikan solusi terkait krisis garam.
Pasalnya, volume impor garam tersebut jauh dari rata-rata kebutuhan garam nasional pada kondisi normal yang mencapai 125.000 ton per bulan. Padahal impor garam ini digunakan sampai Juni 2017.
Ketua Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI) Jakfar Sodikin mengatakan, impor garam ini hanya akan dinikmati industri garam skala besar, karena mereka mampu membeli sebelum barang tiba. Sementara, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tidak akan kebagian.
Sebab, saat ini rata-rata kebutuhan garam konsumsi nasional mencapai 125.000 ton per bulan. "Volume impor ini saja tidak cukup untuk kebutuhan sebulan," ujarnya, Kamis (2/3).
Oleh karena itu, menurut Jakfar, apabila PT Garam tidak memberikan slot khusus buat petani garam kelas UMKM, maka yang menikmati garam impor ini hanya industri besar, karena mereka mampu membayar di depan.
Apalagi kebutuhan garam masih banyak sebab panen garam diprediksi baru terjadi di akhir Juni atau awal Juli. Itu pada panen pertama volumenya sangat kecil hanya sekitar 2% dari total produksi. Untuk itu, Jakfar mendesak pemerintah memperhatikan kebutuhan garam untuk petani kecil.
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, pemberian rekomendasi impor garam dilakukan secara bertahap untuk mengantisipasi perembesan garam industri ke pasar garam konsumsi. Ia mengatakan, KKP tetap membuka kesempatan untuk tambahan impor asalkan itu sesuai dengan kebutuhan. Ia menjanjikan pemerintah tetap melakukan evaluasi terhadap realisasi impor garam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News