Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan rekomendasi impor garam konsumsi sebesar 226.000 ton pada triwulan pertama tahun ini menuai protes. KKP dituding tidak transparan dalam menjelaskan dasar perhitungan volume impor yang diajukan ke Kementerian Perdagangan (Kemdag). Apalagi terjadi perbedaan angka mengenai stok garam antara KKP dan petani.
Ketua Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (AAPGRI) Jakfar Sodikin mengatakan belum ada keputusan impor garam dari pemerintah. Menurutnya, angka impor garam yang dikeluarkan KKP sebesar 226.000 ton tidak sah.
Jakfar juga meragukan keakuratan data tersebut. Pasalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) belum mengeluarkan angka resmi berapa kebutuhan impor garam.
"Harusnya KKP mengeluarkan surat resmi dulu kalau sudah terjadi gagal panen garam baru kemudian mengeluarkan rekomendasi impor," ujar Jakfar kepada KONTAN, Selasa (10/1). Namun, sejauh ini surat itu belum keluar, malah muncul rekomendasi impor.
Ia juga bilang kalau seharusnya impor, volumenya sebesar 350.000 ton. Jumlah itu untuk memenuhi kebutuhan tiga bulan pertama tahun ini sebab kebutuhan garam konsumsi 1,4 juta ton setahun.
Selain itu, stok garam per 7 November 2016 lalu sebesar 111.000 ton, tapi KKP justru mengklaim stoknya 116.000 ton. Ia menilai seharusnya stoknya sudah makin berkurang saat ini karena belum ada panen, tapi justru stok KKP meningkat tanpa jelas darimana sumbernya.
Direktur Jenderal Pengolahan Ruang Laut KKP Brahmantya Setyamurti Poerwadi membantah kalau KKP menggunakan data sendiri dalam mengeluarkan rekomendasi impor. Menurutnya angka rekomendasi impor itu diperoleh dari BPS.
Selai itu, ia juga bilang tidak ada kewajiban atau persyaratan KKP harus mengeluarkan pernyataan gagal panen garam baru mengeluarkan rekomendasi impor. "Tugas kami itu mengeluarkan rekomendasi impor garam konsumsi," tandas Brahmantya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News