Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Setelah lama menunggu, akhirnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan rekomendasi impor garam konsumsi sebesar 75.000 ton. Jumlah tersebut sekitar 30% dari kebutuhan garam pada semester pertama 2017 yang sebesar 226.124 ton.
PT Garam (Persero) merupakan satu-satunya industri yang diperkenankan mengimpor garam kemudian menjualnya kepada industri pengolahan lokal.
Direktur Utama PT Garam Achmad Budiono mengatakan, rata-rata harga garam sebesar US$ 40 per ton. Jika garam yang diimpor sebesar 75.000 ton, maka anggaran yang disiapkan sebesar US$ 3 juta.
Menurut Ahmad, anggaran tersebut sebagian besar berasal dari pinjaman perbankan. "Kami menargetkan pekan depan sudah ada pemenang lelang, sehingga pekan pertama bulan April semua garam impor ini sudah masuk," tuturnya, Kamis (2/3).
Achmad mengatakan, saat ini, PT Garam sedang membuka tender dengan para produsen garam dari India dan Australia. Sebab garam akan didatangkan dari dua negara tersebut, masing-masing Australia sebanyak 55.000 ton dan India 20.000 ton.
Nantinya, PT Garam berjanji akan menjual garam dengan harga lebih murah di pasar dalam negari, baik di industri kecil kelas UMKM maupun industri pengolahan konsumsi skala menengah dan besar. Kendati demikian, Achmad masih belum bisa memastikan berapa harga persisnya karena masih melakukan tender untuk impor garam konsumsi.
Saat ini, harga rata-rata garam mencapai Rp 1,4 juta-Rp 1,5 juta per ton. Harga ini jauh di atas harga rata-rata pada kondisi normal sebesar Rp 400.000 per ton.
Untuk memastikan pelaku usaha kecil mendapatkan pasokan garam, PT Garam akan mendistribusikannya lewat distributor yang selama ini sudah bekerja sama dengan PT Garam. Mereka ini tersebar di sejumlah daerah seperti di Medan, Sumatera Barat, Kalimantan Barat dan sejumlah daerah lainnya di Indonesia. "Para distributor ini juga yang sebelumnya mendistribusikan garam ini kepada para pelaku usaha," paparnya.
Achmad berharap curah hujan sudah mulai berkurang di Madura mulai Juni mendatang, sehingga sudah bisa memproduksi garam kembali. Sejauh ini, yang sudah berproduksi masih sebatas di daerah Indonesia Timur terutama Kupang. Jika sentra-sentra produksi garam ini sudah memasuki musim kemarau, maka Achmad optimis tidak perlu lagi ada impor garam konsumsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News