kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Garuda Indonesia (GIAA) Mengejar Pemulihan Kinerja di 2022, Begini Strateginya


Senin, 20 Desember 2021 / 15:06 WIB
Garuda Indonesia (GIAA) Mengejar Pemulihan Kinerja di 2022, Begini Strateginya
ILUSTRASI. Garuda Indonesia. REUTERS/Regis Duvignau


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk masih berjibaku untuk bisa selamat dari beban utang yang menumpuk, sekaligus berupaya menyehatkan perusahaan melalui restrukturisasi secara menyeluruh. Maskapai penerbangan nasional bersandi GIAA di Bursa Efek Indonesia ini  mengejar pemulihan kinerja mulai tahun 2022.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyampaikan, selain persoalan restrukturisasi total yang sedang dilakukan, situasi pandemi dan kebijakan terkait mobilitas masyarakat menjadi faktor penentu kinerja GIAA. Sedangkan di luar faktor pandemi, manajemen GIAA memiliki dua fokus utama yang saling berkaitan.

Pertama, melanjutkan restrukturisasi total Garuda Indonesia, termasuk dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kedua, menerapkan strategi bisnis baru (new business plan) dalam menyehatkan dan keberlanjutan kinerja usaha Garuda.

"Jadi, 2022 akan menjadi tahun dimana kami mengkonsolidasikan diri, dan berharap sedini mungkin PKPU selesai. Sehingga, kami akan menjadikan 2022 sebagai tahun recovery dari Garuda yang bisa kami mulai," ujar Irfan dalam paparan publik yang digelar secara virtual, Senin (20/12).

Baca Juga: Garuda (GIAA) Berstatus PKPU Sementara Selama 44 Hari, Ini Agenda yang Perlu Disimak

Sayangnya, Irfan belum memberikan gambaran mengenai proyeksi pertumbuhan kinerja keuangan dan operasional yang ingin dicapai pada tahun depan, lantaran masih dalam proses finalisasi. Dia hanya menegaskan, bahwa target-target di 2022 masih akan realistis mempertimbangkan kondisi pandemi covid-19 yang masih mengintai.

Irfan melanjutkan, proposal restrukturisasi awal yang telah disampaikan kepada sebagian besar kreditur disusun berdasarkan new business plan yang dijalankan Garuda Indonesia. Adapun poin pokok dalam New Garuda Business Plan tersebut bertumpu pada tiga prinsip, yakni: simple, profitable, dan full service.

Tiga prinsip tersebut direalisasikan ke dalam empat strategi. Pertama, mengoptimalkan route network, sehingga Garuda Indonesia hanya akan mengoperasikan rute-rute penerbangan yang menguntungkan (profitable). Dalam pemilihan rute ini, fokus Garuda tertuju pada rute-rute penerbangan domestik, serta rute-rute internasional tertentu yang juga mempertimbangkan penerbangan kargo.

Kedua, menyesuaikan jumlah pesawat Garuda dan Citilink agar selaras dengan route network yang telah dioptimalkan. Hal ini dilakukan berbarengan dengan simplifikasi tipe pesawat untuk mendapatkan efektifitas dan efisiensi operasional. 

"Kami ambil pendekatan berbeda dari sebelumnya, yang menyediakan pesawat sebanyak-banyaknya. Pengalaman mengajarkan, itu tak terlalu tepat. Kami akan sesuaikan (pesawat) dengan demand yang ada. Memang, ada angka-angka yang kami masukkan dalam business plan, tapi saat ini masih menunggu hasil negosiasi maupun PKPU," jelas Irfan.

Selanjutnya, strategi ketiga dalam New Garuda Business Plan ialah melakukan renegosiasi kontrak sewa pesawat dengan mengupayakan untuk bisa memperoleh skema berbasis variable cost. Sedangkan strategi keempat adalah meningkatkan kontribusi pendapatan kargo melalui optimalisasi belly capacity dan digitalisasi operasional.

"Jadi business plan kami nomor satu itu profitable, bukan ekspansi, bukan terbang kemana-mana dengan pesawat sebanyak-banyaknya. Kami akan menyederhanakan pesawat, menyesuaikan jumlah pesawat sesuai demand, dan hanya akan terbang kalau (rute) itu profitable," tegas Irfan. 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio, menjelaskan bahwa saat ini GIAA memiliki utang mencapai US$ 9,8 miliar. Negosiasi tak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat lantaran GIAA memiliki total sekitar 800 kreditur.

Prasetio menyebut, sebagai bagian dari restrukturisasi, Garuda Indonesia menawarkan win win solutions sehingga nantinya bisa mencapai kesepakatan pada titik sustainable debt. Sehingga pengelolaan utang mampu dibayar dengan new business plan yang dijalankan GIAA.

"Kami harapkan traffic recovery akan mulai tumbuh pada tahun depan mencapai 40%. Kemudian 2023 meningkat lagi dan diharapkan pada 2024 dengan pandemi yang berlalu, traffic recovery akan kembali normal. Sehingga Garuda bisa running dengan business plan yang ada," terang Prasetio.

 

Sebagai informasi, penurunan traffic penumpang selama masa pandemi covid-19 telah membuat pendapatan GIAA ambruk, turun hingga 70% dari kondisi pra-pandemi. Dalam tekanan tersebut, Garuda memiliki ekuitas negatif sekitar US$ 3 miliar.

Meski masih jauh dari level normal, tapi pendapatan segmen penumpang penerbangan berjadwal serta segmen kargo dan dokumen penerbangan berjadwal telah merangkak naik pada tahun ini. Di periode Q3-2021, pendapatan kargo dan dokumen mengalami kenaikan 20% (YoY) terdorong oleh meningkatnya pengiriman barang.

Sementara itu, pendapatan penumpang mengalami kenaikan 5,5% (YoY), seiring dengan meningkatnya confident masyarakat untuk bepergian menggunakan pesawat. Peningkatan signifikan terjadi pada periode Q1 dan Q2 2021 dengan total pendapatan penumpang senilai US$ 375,2 juta.

Seiring dengan ledakan kasus covid-19 dan pembatasan mobilitas (PPKM), pendapatan pada Q3-2021 kembali merosot ke US$ 99,8 juta. Kemudian, pelonggaran PPKM pada periode Q4-2021 diyakini bakal kembali mendongkrak pendapatan Garuda Indonesia. Meski belum membeberkan proyeksi sampai tutup tahun, tapi Irfan Setiaputra meyakini Garuda bisa memperbaiki kinerja pada periode akhir 2021 ini.

"Soal proyeksi sampai akhir tahun tunggu dulu, sabar. Saya kasih bocoran, di Q4, kami melihat terjadi peningkatan jumlah penumpang signifikan. Kami melihat juga pergerakan kargo seperti yang diharapkan. Jadi Q4 sudah pasti jauh lebih baik," pungkas Irfan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×