Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ribuan buruh pabrik garmen, tekstil, hingga alas kaki dikabarkan menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak akhir tahun lalu hingga saat ini. Turunnya pemesanan dari pasar ekspor membuat produksi juga turut berkurang. Adapun kejadian PHK tersebut banyak menimpa pabrik di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Menurut catatan Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), PT Kaban dan PT Prosmatex di Jawa Tengah melakukan PHK terhadap 3.000 karyawan, PT Duniatex dan PT Agungtex PHK 5.000 karyawan. Di Bandung, PT Adetex dan PT Binacitra Kharisma Lestari (industri garmen) melakukan layoff kepada 2.000 karyawan.
Menanggapi gelombang PHK tersebut, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Kamdani mengatakan pihaknya sangat menyayangkan PHK yang demikian besar di sektor garmen.
Baca Juga: Badai PHK Semakin Mencemaskan
Namun, lanjut Shinta, ini juga kondisi yang perlu dimengerti semua pihak bahwa produktivitas di sektor manufaktur memang sedang turun karena kondisi ekonomi nasional dan global yang mengalami perlambatan pertumbuhan, sehingga pertumbuhan permintaan ekspor baru (sumber demand utama industri TPT) sangat lemah dan hampir tidak ada sejak pertengahan tahun lalu.
"Sehingga, tidak ada alasan bagi perusahaan untuk mempertahankan atau meningkatkan produksi. Kalau tidak ada skala produksi yang cukup, tentu perusahaan juga tidak bisa mempertahankan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja secara kontinu. Jadi, kami harap pekerja dan semua pihak juga memaklumi kondisi yang ada," kata Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (7/6).
Shinta menerangkan, di luar masalah penurunan demand pasar, industri garmen di Tanah Air juga memiliki banyak masalah lain terkait daya saing dan produktivitas dari faktor produksi domestik, di mana hal-hal seperti mesin produksi yang tua dan tidak efisien khususnya di sektor hulu tekstil, menyebabkan ketergantungan impor bahan baku garmen.
"Sehingga, secara tidak langsung meningkatkan beban produksi industri garmen, harga energi dan logistik perdagangan yang mahal, serta biaya tenaga kerja yang mahal tetapi tidak terlalu produktif secara komparatif dibandingkan negara pesaing juga turut mempengaruhi kondisi PHK yang ada saat ini," ujar dia.
Baca Juga: Pasar Ekspor Garmen dan Sepatu Susut, Wamenaker Imbau Industri Tak Lakukan PHK