kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Giant Sea Wall tak relevan lagi untuk Jakarta?


Selasa, 07 Oktober 2014 / 12:30 WIB
Giant Sea Wall tak relevan lagi untuk Jakarta?
ILUSTRASI. Balik Tanggal Segini, Ada Diskon 20% untuk Tol Jakarta-Cikampek. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Proyek giant sea wall menuai keragu-raguan kuat dari banyak pihak, baik dari akademisi dan masyarakat sipil untuk membuat bendungan raksasa di teluk Jakarta. Bahkan, belakangan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Putra atau Ahok, mulai tidak percaya diri untuk melanjutkan proyek bernilai Rp 250 Triliun lebih itu.

Keraguan Ahok dapat dipahami setelah melihat langsung kegagalan proyek bendungan laut Semaguem di Korea Selatan. Secara faktual kota tersebut hanya dilalui oleh satu sungai dan berakhir dengan kondisi bendungan yang tercemar.

"Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan rencana pemerintah untuk menjadikan giant sea wall yang selain sebagai penahan gelombang, juga sebagai tempat penampuangan bahan baku air minum," ujar  Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) di Jakarta, Selasa (7/10).

Halim mengatakan, kondisi Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai sehingga akan semakin memperbesar kemungkinan pencemaran di Teluk Jakarta. Sebabnya, menurut dia, proses sedimentasi secara alami yang terganggu.

Tak heran, belakangan Ahok sendiri "putar haluan" dengan keinginannya menjadikan bendungan laut di Rotterdam, Belanda, sebagai referensi untuk memuluskan proyek yang diklaim bisa mencegah Jakarta dari langganan banjir. Padahal, kata Halim, pendekatan "keras" terhadap solusi banjir di wilayah pesisir sudah tak lagi menjadi tren.

"Bahkan, di Belanda sekalipun konon sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan laut," ujar Halim.

Pada sebuah tulisan berjudul "The Transition in Dutch Water Management" (Wan der Brugge, et al, 2005) menyebutkan, bahwa pendekatan teknis dengan membangun konstruksi untuk melawan air seharusnya diimbangi dengan pendekatan kolaboratif antara aspek teknis dan sosial serta ekologi. Di Belanda sendiri, pernah terjadi banjir besar pada 1953 yang mengakibatkan kerugian hebat khususnya kota Rotterdam. Tercatat kurang lebih 2000 orang meninggal dan 47.300 rumah hancur disapu banjir.

Di buku tersebut juga disebutkan, untuk merespon bencana tersebut dibangun dam atau bendungan raksasa yang mengawal pesisir Belanda. Pada perkembangannya, banyak bangunan bersejarah dan ruang hijau yang dikorbankan dan akhirnya membuat masyarakat melakukan protes. Salah satu contoh nyata pada 1970, yaitu proyek Eastern Scheldt Dam di Oosterschelde.

"Sejak saat itu, pendekatan yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda adalah mengedepankan konsep adaptasi dibanding mitigasi. Misalnya, lewat pembahasan bersama rencana menanggulangi banjir dengan berbagai pihak terkait seperti antar pemerintah, masyarakat, akademisi, pemilik tanah, pengusaha," kata Halim.

Halim mengatakan, kecenderungan mengadopsi teknologi dengan pendekatan kaca mata kuda dan merusak keseimbangan alam tentu akan merugikan kota Jakarta itu sendiri. Belanda, yang berada di kawasan sub-tropis, tentu karakteristik pesisirnya tidak sama dengan Indonesia yang berada di perairan tropis.

"Nilai ekologis, ekonomis dan sosial ekosistem pesisir sub-tropis tidaklah setinggi nilai ekosistem pesisir tropis. Karena itu, pendekatan reklamasi dan pembangunan tembok raksasa di Teluk Jakarta juga tidak relevan dan lemah secara argumentasi ketika harus mengorbankan ekosistem pesisirnya," kata Halim. (Latief)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×