Reporter: Herlina KD | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Rencana penerapan bea keluar (BK) untuk komoditas tambang masih terus digodok. Pemerintah mengaku harus memilah-milah komoditas tambang yang akan dikenakan bea keluar berikut besarannya. Pasalnya, bea keluar untuk tiap-tiap komoditas tidak bisa dipukul rata.
Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan mengatakan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan masih membahas rencana bea keluar ini
Untuk komoditas batubara misalnya, kata Gita sudah terikat kontrak karya yang di dalamnya mencakup batasan kewajiban fiskal, dan ada ketentuan Domestik Market Obligation (DMO). Sementara itu, di luar komoditas batubara, ada berbagai jenis komoditas mineral tambang lainnya yang memiliki tingkat hilirisasi berbeda-beda.
Maka itu, "Kami harus cermat dalam menetapkan bea keluar untuk masing-masing komoditas. Jangan dipukul rata," jelas Gita Selasa (24/4). Gita beri contoh, jenis mineral selain batubara adalah; bauksit, bijih besi, nikel dan tembaga. Mineral ini memiliki tingkat hilirisasi yang berbeda.
Untuk bauksit misalnya, saat ini belum ada perusahaan di Indonesia yang mengoperasikan smelter pengolahan alumina. Padahal, di dalam Undang-undang No 4 tahun 2009 tentang Minerba mensyaratkan hilirisasi secara maksimal.
Penetapan bea keluar ini, kata Gita, bisa didasarkan pada tingkat hilirisasinya. Bagi komoditas mineral yang tingkat hilirisasinya sudah baik, bisa saja besaran bea keluarnya lebih rendah ketimbang yang belum ada hilirisasinya. "Kalau yang (hilirisasinya) belum jalan sama sekali, kami ketok dengan BK yang tinggi," kata Gita.
Menurut Gita, penerapan bea keluar untuk komoditas tambang akan berlaku bagi perusahaan pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) maupun perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK).
Hanya saja, penerapan bea keluar untuk perusahaan pemegang KK harus hati-hati. Pasalnya, dalam kontrak karya sudah ada kewajiban fiskal yang dibebankan, dan pemerintah tidak boleh melanggar kontrak karya.
Lagipula, di dalam kontrak karya sudah ada kewajiban DMO yang harus dipenuhi oleh pemegang kontrak karya. Tapi, "Kalau memang DMO dirasa belum mencukupi, kita bisa memakai instrumen fiskal untuk mengenakan bea keluar," ujar Gita.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan beleid bea keluar komoditas tambang akan terbit pada semester I tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News