Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri petrokimia global menghadapi tantangan besar akibat lemahnya permintaan dan kelebihan pasokan. Pelaku industri di Tanah Air juga merasakan tekanan berat dalam tiga tahun terakhir.
Ketua Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), Suhat Miyarso, mengungkapkan tekanan berat terjadi akibat penurunan pemasaran, rendahnya operating rate dampak dari banjirnya bahan baku import, ditengah kondisi kelebihan supply bahan baku global serta naiknya harga bahan baku dan gas.
Ia menyebut utilisasi produksi nasional Polyethylene (PE) dan Polypropylene (PP) saat ini hanya sekitar 60%, jauh dari kapasitas maksimalnya—masing-masing 1,2 juta ton dan 935 ribu ton per tahun.
“Akibat ketidakpastian pasar dan tekanan impor, beberapa proyek petrokimia besar yang direncanakan pada 2023 tertunda atau dikaji ulang,” terang Suhat dalam keterangannya, Selasa (11/2).
Untuk mengatasi tantangan ini, Inaplas terus mendorong pemerintah menerapkan kebijakan yang melindungi industri dalam negeri, termasuk anti-dumping, safeguard, dan SNI wajib untuk produk petrokimia.
Baca Juga: Ini Dampak Positif Perpanjangan HGBT ke Industri Petrokimia dan Plastik
Saat ini Inaplas telah megajukan petisi safeguard LLDPE melalui KPPI - Kementerian Perdagangan. Suhat mengatakan, industri petrokimia nasional akan terus tertekan tanpa langkah strategis,
Menurutnya, Indonesia bisa meniru kebijakan Korea Selatan untuk memperkuat daya saing dan keberlanjutannya.
Tekanan industri petrokimia juga dirasakan perusahaan-perusahaan besar global. Empat pemain utama di Korea Selatan tak luput dari tekanan tahun lalu, seperti LG Chemical, Lotte Chemical, Kumho Petrochemical, dan Hanwha Solutions.
Melansir laporan ICIS.com, LG Chemical mencatat kerugian bersih 899,2 miliar won pada kuartal IV 2024, berbanding terbalik dengan laba 128,5 miliar won pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Lotte Chemical juga merugi 514 miliar won pada kuartal III 2024 akibat lambatnya pemulihan permintaan. Kumho Petrochemical masih membukukan laba 61,3 miliar won pada kuartal IV 2024, tetapi turun 33% secara tahunan akibat lemahnya pasar.
Baca Juga: Pastikan Lanjut Tahun Ini, Menteri Perindustrian Minta Kebijakan HGBT Berdiri Sendiri
Menghadapi krisis ini, Pemerintah Korea Selatan melonggarkan regulasi untuk mendukung industri petrokimia. Kawasan utama seperti Yeosu, Ulsan, dan Daesan ditetapkan sebagai Industrial Crisis Response Areas, sehingga mendapat akses bantuan finansial dan kebijakan strategis.
Strategi yang diterapkan meliputi restrukturisasi bisnis melalui insentif pajak, bantuan keuangan hingga 3 triliun won atau setara US$ 2,1 miliar, perpanjangan jatuh tempo pinjaman, serta pembebasan bea masuk minyak mentah untuk produksi nafta hingga akhir 2025.
Pemerintah Korea Selatan juga mendorong investasi R&D dalam bahan kimia khusus bernilai tinggi dan ramah lingkungan, serta mempercepat pembangunan terminal etana dan tangki penyimpanan untuk memastikan pasokan bahan baku lebih efisien.
Selanjutnya: AlloFresh Luncurkan Fitur Banding Harga, Bantu Belanja Lebih Hemat
Menarik Dibaca: Matcha dan 4 Minuman untuk Mencegah Jerawat, Tertarik Coba?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News