Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT GMF AeroAsia mulai membidik perawatan pesawat terbang bermesin baling-baling (turboprop) yang semakin berkembang di Indonesia dengan menggandeng PT Indopelita Aircraft Services. Nota kesepahaman kerjasama ini ditandatangani oleh Richard Budihadianto selaku Direktur Utama GMF AeroAsia dan Indar Atmoko selaku Direktur Utama Indopelita Aircraft Services pada 9 Oktober 2013 di Hangar IV Pondok Cabe, Air Base Ciputat, Tangerang.
Nota kesepahaman sebagai acuan pokok pelaksanaan kerjasama ini berdurasi satu tahun sejak penandatanganan dilaksanakan. Kerjasama dengan konsep strategic partnership ini meliputi pengembangan fasilitas perawatan pesawat dan pendukungnya milik Indopelita di Pondok Cabe seperti line maintenance, base maintenance, engineering & planning, quality system, supply chain material, human resources hingga joint marketing dan joint venture.
“Kerjasama ini memang difokuskan untuk menggarap pasar perawatan pesawat turbo propeller,” kata Direktur Utama PT GMF AeroAsia, Richard Budihadianto di Jakarta, Jum’at (11/11).
Richard Budihadianto mengatakan selama ini GMF AeroAsia menangani perawatan pesawat bermesin jet dari berbagai tipe. Sedangkan Indopelita Aircraft Services memiliki kapabilitas dan pengalaman menangani perawatan pesawat turboprop. Saat ini, GMF mendapatkan kepercayaan dari Garuda Indonesia untuk menangani perawatan pesawat turboprop ATR72-600 yang akan dioperasikan Garuda mulai Desember 2013. “Karena itu, kami menggandeng Indopelita untuk menangani perawatan pesawat ATR72-600 ini,” katanya.
Garuda Indonesia memang tengah mengembangkan jalur penerbangan dengan mengoperasikan pesawat turbo propeller untuk rute-rute tertentu. Sebanyak 25 pesawat ATR72-600 telah dipesan dengan opsi tambahan 10 unit pesawat hingga tahun 2017. Untuk tahap awal, Garuda Indonesia akan mengoperasikan 2 unit pesawat ATR72 pada Desember 2013 mendatang.
Pesawat ini akan melayani penerbangan point to point pada rute-rute jarak dekat untuk meningkatkan konektivitas daerah-daerah di remote area. Pesawat tipe ini cocok untuk menjangkau bandara-bandara kecil yang memiliki landasan pacu kurang dari 1.600 meter yang tidak bisa didarati pesawat jet.
Pesawat dengan kapasitas 70 penumpang ini akan melayani beberapa rute baru Garuda antara lain ke Labuan Bajo, Tambolaka, dan Ende di Nusa Tenggara Timur, dan Bima (Nusa Tenggara Barat). Selain itu, beberapa daerah yang juga menjadi target pembukaan rute baru Garuda adalah Banyuwangi dan Jember (Jawa Timur), Bau-bau dan Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Luwuk (Sulawesi Tengah), Mamuju (Sulawesi Barat), Poso (Sulawesi Tengah), Kaimana (Papua), serta Tual/Langgur (Maluku).
Menurut Richard Budihadianto, meski kerjasama ini diproyeksikan untuk menggarap perawatan pesawat ATR72-600 Garuda Indonesia, namun tidak menutup kemungkinan menangani pesawat sejenis dari maskapai lain. “Peluang pasar di luar Garuda sangat memungkinkan kita kerjakan,” katanya.
Apalagi, beberapa maskapai, di antaranya Wings Air, telah mengoperasikan pesawat ATR72-600. Begitu juga dengan beberapa airline domestik seperti NAM Air yang juga memesan pesawat sejenis untuk melayani rute-rute jarak pendek yang tumbuh signifikan.
Pasar perawatan pesawat turboprop diprediksi tumbuh signifikan seiring pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya terpusat di Jakarta. Apalagi secara geografis, jenis pesawat turboprop dinilai paling cocok dengan kondisi kepulauan Indonesia.
Berdasarkan beberapa analisa, Asia Tenggara merupakan pasar terbesar pesawat turboprop. Sebanyak 50% lebih dari total produksi pesawat turboprop dunia diserap oleh pasar di Asia Tenggara. Pasar pesawat turboprop dikuasai dua pemain yakni ATR, perusahaan patungan Prancis-Italia dan de Haviland dari Kanada. Untuk saat ini, ATR menjadi market leader pesawat turboprop dunia.
Pasar perawatan pesawat turboprop diprediksi tumbuh signifikan di masa mendatang. Apalagi jika Regio Pro 80 (R80) buatan PT Regio Aviasi Industri milik Ilham Habibie telah dioperasikan pada tahun 2018.
Beberapa maskapai domestik sudah memesan R80, pesawat bermesin baling-baling dengan kapasitas 80 penumpang ini. Semakin banyak maskapai domestik mengoperasikan pesawat turboprop, semakin besar peluang pasar perawatan yang tersedia. “Pertumbuhan pasar seperti ini yang harus kita antisipasi sejak sekarang,” kata Richard Budihadianto. (Tribunnews.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News