kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga batubara menjadi penentu tarif listrik


Jumat, 26 Januari 2018 / 11:27 WIB
Harga batubara menjadi penentu tarif listrik
ILUSTRASI. DAMPAK PENCABUTAN SUBSIDI LISTRIK


Reporter: Azis Husaini, Febrina Ratna Iskana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah formula tarif listrik non subsidi (adjustment). Selama ini, penghitungan tarif listrik non subsidi hanya berdasar Indonesia Crude Price (ICP), kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dan inflasi.

Penetapan formula tarif listrik tersebut berdasarkan penggunaan diesel yang cukup banyak di pembangkit listrik. Namun menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, penggunaan sumber energi pembangkit listrik saat ini telah berubah dari diesel ke batubara.

Hitungan Jonan, pembangkit listrik mau listrik swasta alias independent power producer (IPP), milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) sekitar 60% saat ini dari batubara. "Dan itu saya kira sampai tahun 2024-2025 tetap," tegas Jonan pada Kamis (25/1).

Makanya Kementerian ESDM berencana memasukan harga acuan batubara (HBA) ke dalam formula tarif listrik.

Dahulu pemerintah memasukkan komponen ICP karena penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel besar, tapi kini semakin kecil. "Mungkin sekarang tinggal sekitar 4%- 5%. Targetnya kan kalo sampai tahun 2026 tinggal 0,05%. Kenapa nggak pakai ICP, kalau mau pakai HBA," jelas Jonan pada Kamis (25/1).

Dengan pemikiran tersebut, Kementerian ESDM berencana untuk melakukan reformulasi tarif listrik. Namun Jonan belum bisa memastikan pelaksanaan penerapan formula tarif listrik yang baru. "Ini mau dibahas," terangnya.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, usul memasukan komponen HBA ke dalam salah satu faktor penentuan tarif listrik memang dari PLN. "Itu sudah lama kami usulkan ke Menteri ESDM, kalau sekarang dibahas di DPR saya kira bagus," ungkap dia.

Dalam menentukan indikator penentuan tarif listrik memang sudah selayaknya meminta izin kepada DPR. Sebab, ini berkaitan dengan masyarakat. "Nanti memakai peraturan pemerintah, jadi harus minta persetujuan DPR," imbuh dia.

Made membenarkan, saat ini sekitar 56%–60% pembangkit listrik PLN memakai batubara, sisanya bahan bakar minyak (BBM) dan gas. Sehingga di saat harga batubara naik, ongkos produksi PLN menjadi meningkat.

Made menegaskan, dengan memasukkan komponen HBA bukan berarti akan menaikkan tarif listrik. Meskipu memang harga batubara naik terus. "Ini masih wacana yang mesti dibahas," imbuh dia. Harapannya, Kementerian ESDM menyetujui usulan PLN tersebut.

Harga khusus DMO

Sejauh ini PLN masih terus menunggu kebijakan dari Kementerian soal harga batubara untuk pembangkit khusus dengan kewajiban penjualan dalam negeri alias domestic market obligation (DMO) dari DMO. "Kami masih ingin harga pakai cost plus margin," ungkap Made.

Perusahaan batubara juga harus konsisten memenuhi kewajiban DMO, terutama untuk pembangkit listrik. Data Kementerian ESDM menyebutkan, sepanjang tahun lalu, DMO batubara 97 juta ton, lebih rendah dari target 121 juta ton. Artinya, sebanyak 364 juta ton atau 78,96% produksi masih diekspor.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono bilang, tidak sesuainya target DMO karena beberapa hal. "Belum mulainya PLTU yang seharusnya kita plot dan juga ada beberapa industri yang mengalami kendala," tandasnya. Tahun ini DMO dipatok 114 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×