kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga batubara yang belum stabil berpotensi tekan industri alat berat


Kamis, 12 Maret 2020 / 19:45 WIB
Harga batubara yang belum stabil berpotensi tekan industri alat berat
ILUSTRASI. Pekerja memeriksa alat berat PT Kobexindo Tractors Tbk, di Cibitung, Jawa barat, Selasa (2/8). Tren pergerakan harga batu bara yang belum stabil masih menjadi batu sandungan bagi pemain industri alat berat. ANTARA FOTO/HO/Medi/ama/17.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren pergerakan harga batubara yang belum stabil masih menjadi batu sandungan bagi pemain industri alat berat. Hal ini pada gilirannya diperkirakan bakal memengaruhi permintaan dan produksi alat berat hingga setahun ke depan.

Jamaluddin, Ketua Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi), memperkirakan bahwa produksi alat berat tahun ini berpotensi merosot hingga sebesar 7% dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Juga: Begini realisasi produksi mineral hingga awal Maret 2020 ini

Sebagai gambaran, sebelumnya realisasi produksi alat berat di tahun 2019 mencapai angka 6060 unit. Secara terperinci, angka ini terdiri atas sebanyak 5.526 unit hydrauilc excavator, 424 unit bulldozer, 59 unit dump truck, dan 51 unit motor grader

Dengan asumsi penurunan sebesar 7% year-on-year (yoy), maka realisasi produksi hingga tutup tahun 2020 nanti diperkirakan hanya mencapai kurang lebih 5.635 unit saja.

Menurut penjelasan Jamaluddin, proyeksi penurunan produksi didasarkan pada ketidakpastian tren harga komoditas, utamanya komoditas batubara pada sektor pertambangan. “Alat berat banyak digunakan di pertambangan, sehingga kalau batu bara turun efeknya sangat besar di alat berat,” kata Jamaluddin ketika dihubungi oleh Kontan.co.id (12/03).

Lebih lanjut, Jamaluddin menjelaskan bahwa tren pergerakan harga komoditas yang belum stabil bisa mengurangi geliat industri pertambangan. Hal ini pada gilirannya juga akan berdampak pada permintaan alat berat di sektor pertambangan.

Baca Juga: Harga komoditas belum pulih, United Tractors pasang target konservatif

Sedikit informasi, sektor pertambangan memiliki kontribusi sekitar 15% dalam menyerap pasokan alat berat dalam negeri pada tahun 2019 lalu. Sementara itu, sebanyak 85% sisanya diserap oleh sektor agribisnis (agro) sebesar 30%, kehutanan (forestry) 30%, dan konstruksi sebesar 25%.

Sejalan dengan pandangan Jamaluddin, tren pergerakan harga batu bara memang memengaruhi aksi korporasi pemain industri alat berat. Hal ini dapat dijumpai misalnya pada distributor alat berat, PT Kobexindo Tractors tbk yang memutuskan untuk menahan ekspansi pada tahun ini.

Martio, Direktur Kobexindo Tractors tbk berujar alasan perseroan untuk menahan ekspansi salah satunya didasari oleh permasalahan oversupply serta volatilitas harga batu bara menjadi salah satu alasan yang mendasari keputusan tersebut. 

Baca Juga: Darma Henwa (DEWA) akan terus mengembangkan bisnis non batubara

Maklum saja, sektor pertambangan memang merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi paling besar dalam menyerap penjualan alat berat perseroan.

Seiring dengan hal ini, emiten yang memilki kode saham KOBX tersebut menyatakan akan menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) yang tidak begitu besar. 

“Alokasinya hanya untuk menunjang operasional, sumber dananya dari internal perusahaan,” kata Martio kepada Kontan.co.id (06/03).

Baca Juga: Dalam jangka panjang, efek corona diakui bisa menekan investasi di sektor tambang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×