Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Test Test
Jakarta. Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengkhawatirkan wacana kenaikan harga BBM yang belakangan semakin merebak. Jika benar jadi naik, tarif angkutan umum juga berpeluang naik. Pasalnya, jika tarif tidak naik pengusaha angkutan umum bakal merugi.
“Selama ini kami berusaha sebisa mungkin untuk tidak menaikkan tarif,” ujar Sekretaris Umum DPP Organda, Andriansyah. Ia memprediksi, kalau harga BBM naik sebesar 30%, maka tarif angkutan umum seperti bus bisa naik hingga 35%.
Menurut Andriansyah, sikap pengusaha bus yang tidak menaikkan tarif selama ini, berkaitan dengan kondisi daya beli masyarakat yang masih lemah. Jika dipaksakan naik, dikhawatirkan akan membuat jumlah penumpang bus semakin sedikit.
Sekalipun sejak tahun lalu pemerintah sudah melakukan peninjauan ulang mengenai masalah pentarifan bus, dan keputusannya adalah menaikkan sebesar 18,36%. Namun, sampai saat ini perusahaan otobis umumnya masih memilih memakai tarif lama.
“Kondisi saat ini pada hari-hari biasa tingkat keterisian bus hanya 30%-40%. Baru jika ada hari libur bisa naik antara 60%-70%. Artinya, jika saat ini dipaksakan tarif naik 18,36%, tingkat keterisian bus dikhawatirkan akan bertambah kecil,” tandasnya.
Namun, jika kenaikan harga BBM diberlakukan juga untuk angkutan umum, mau tidak mau perusahaan otobus harus menaikan tarif. Soalnya, biaya untuk BBM memiliki porsi besar dalam struktur biaya perusahaan otobus. Umumnya mencapai 40%-50% dari total biaya operasional.
Direktur Utama Blue Bird Group, Purnomo Prawiro mengatakan, wacana kenaikan harga BBM jelas memberikan dampak negatif bagi usaha taksi. Meski belum memprediksi berapa kerugiannya, namun sebagai gambaran, BBM menyumbang sekitar 20% hingga 30% dari biaya operasional taksi secara keseluruhan. "Apalagi saat ini masalah kemacetan belum juga terselesaikan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News