Reporter: Tendi Mahadi., Fitri Nur Arifenie | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Tanpa ba-bi-bu, PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) Tbk, menaikkan harga jual gas industri sekitar 48,8% ketimbang harga sebelumnya, mulai 1 Mei 2012. Semula, harga gas industri dipatok US$ 6,8 per million british thermal units (mmbtu). Kini, harganya naik menjadi US$ 10,12 per mmbtu.
PGAS berdalih, kenaikan ini mengimbangi kenaikan harga gas dari para pemasoknya. "Karena dari hulu, kan, sudah minta naik per 1 April 2012," ungkap Heri Yusup, Sekretaris Perusahaan Perusahaan Gas Negara, kemarin (14/5).
Tak urung, kenaikan harga gas menyebabkan pebisnis dan industri pengguna gas kelabakan. Seorang pengelola industri kimia di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, menyatakan, PGAS tidak mensosialisasikan rencana kenaikan harga gas.
Tahu-tahu, memasuki pekan kedua Mei 2012, perusahaannya mendapat surat bahwa harga gas industri naik mulai 1 Mei 2012. "Kami bisa apa, sementara gas menjadi energi utama kami?" kata dia yang enggan disebutkan identitasnya kepada Barly Haliem dari KONTAN, Minggu (13/5).
Celakanya, sudah harga naik, pasokan gas industri acap minim. Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo B Sulisto, ini pertanda pemerintah tak bisa menjamin stok gas di Tanah Air.
Toh, Heri membantah perusahaannya tak menyosialisasikan rencana kenaikan harga gas itu. Menurutnya, para industrialis sepakat dengan kenaikan harga gas asalkan ada kesinambungan dan penambahan pasokan gas.
Yang jelas, efek domino kenaikan harga gas ini akan mendorong kenaikan harga produk dari industri pengguna gas. Industri keramik, misalnya, akan mendongkrak harga keramik demi mengimbangi lonjakan harga gas. "Perhitungan kasar, harga keramik bisa naik 10%," kata Achmad Widjaya, Ketua Umum Asosiasi Industri Aneka Keramik Indonesia (Asaki).
Pengusaha berniat menaikkan harga jual keramik antara satu sampai dua bulan dari sekarang. Achmad yakin, kenaikan harga keramik ini tak menyurutkan permintaan. Alasannya, permintaan keramik di dalam negeri masih tinggi seiring pertumbuhan industri properti.
Selain keramik, industri kaca dalam negeri juga bakal mengerek harga jual kaca berkisar antara 8%-10% dari harga sekarang. Yustinus Gunawan, Ketua Kaca
Pengaman, Asosiasi Kaca Lembaran dan Kaca Pengaman (AKLP), menyatakan, kenaikan harga kaca ini sekadar mengimbangi kenaikan biaya energi. Maklum, belanja energi memakan 35% dari total biaya produksi.
Produsen kaca mengaku khawatir kenaikan harga jual akan menurunkan penjualannya, terutama dari pasar ekspor. Maklum, industri kaca mengekspor sekitar 45% dari total produksi.
Rusli Pranadi, Direktur PT Asahimas Flat Glass, berharap kenaikan harga gas bisa dilakukan bertahap. Alhasil, produsen kaca bisa menyiapkan efisiensi biaya produksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News