Reporter: Handoyo, Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JaKARTA. Kebijakan pemerintah menutup impor jagung mulai berdampak pada industri pakan ternak dalam negeri. Maklum, industri pakan ternak merupakan pemakai terbesar jagung dengan komposisi 50% dari seluruh kebutuhan. Setelah impor jagung dilarang, kebutuhan jagung ini disubstitusi oleh gandum.
Lantaran impor seret, padahal permintaan tinggi, harga jagung lokal meroket. Repotnya, stok jagung lokal terus berkurang. Saat ini, harga jagung telah melampaui batas acuan tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yakni sebesar Rp 3.750 per kilogram (kg). Rata-rata harga jagung di tingkat petani mencapai Rp 3.800-Rp 4.000 per kg dengan kadar air 15%. Sementara harga di pabrik pakan di kisaran Rp 4.100-Rp 4.300 per kg dengan kadar air sama.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo mengatakan, harga jagung yang mencapai 4.300 per kg itu sudah cukup mahal. Seharusnya batas atas harga jagung itu sebesar Rp 3.750 per kg di level petani. "Dengan harga Rp 3.900 - Rp 4.000 per kg, sebenarnya petani sudah untung dan sejahtera," ujar Desianto kepada KONTAN, Minggu (18/9).
Desianto menjelaskan, kenaikan harga jagung belakangan ini tak terlepas dari stok jagung di pasaran yang berkurang. Sementara itu, industri pakan terus membutuhkan jagung untuk bahan pakan.
Karena stok jagung kurang, industri menggunakan produk substitusi, yakni gandum. Setelah ada kebijakan pembatasan impor jagung, industri pakan menggunakan gandum rata-rata 20% hingga 30% dari kebutuhan pakan ternak. "Padahal sebelum adanya pembatasan impor jagung, pemakaian gandum sangat kecil," terang Desianto.
Desianto menyatakan, GPMT mendukung kebijakan pemerintah menyiapkan lahan tanam jagung baru seluas 700.000 hektare (ha). Bila lahan tersebut berproduksi, akan ada tambahan produksi jagung sebanyak 4,2 juta ton. Artinya, produksi tambahan ini sudah menutupi kebutuhan impor yang dalam dua tahun terakhir rata-rata 3 juta ton per tahun. Sebagai perbandingan, kebutuhan jagung GPMT setiap tahun mencapai 8 juta ton. Tapi, itu masih proyeksi dan belum bisa menjadi jaminan terpenuhinya kebutuhan pakan ternak nasional karena belum ada hasilnya.
Ancaman defisit
Koordinator Forum Peternak Layer Nasional (FPLN) Ki Musbar menambahkan, kenaikan harga jagung terjadi bukan karena kekurangan produksi, tapi justru tertahan di pedagang besar yang selama ini menjadi perantara antara petani dan industri.
Menurutnya, harga jagung sempat menembus Rp 4.200 per kg di tingkat petani karena pasokan ditahan oleh pemain besar. Tapi, setelah Perum Bulog turun untuk operasi pasar (OP), hasilnya langsung berdampak pada penurunan harga jagung di kisaran Rp 3.800-Rp 4.000 per kg.
Meski demikian, Musbar mengingatkan pemerintah bahwa stok jagung nasional untuk akhir tahun ini terancam defisit. Mulai Oktober sampai Desember nanti, ketersediaan jagung akan defisit lantaran waktu itu digunakan sebagian pekebun untuk menanam padi. Maklum, selama ini, hanya ada satu lahan yang difungsikan untuk menanam padi, jagung, dan kedelai. "Kondisi ini bisa rawan. Kita bisa kekurangan stok jagung sebesar 1,5 juta ton pada akhir tahun ini," jelasnya.
Musbar mengingatkan pemerintah untuk segera memproses pengajuan izin impor jagung sebesar 1,5 juta ton mulai saat ini agar pada bulan Oktober atau November nanti, stok jagung secara nasional tetap ada. Sehingga, ketika terjadi defisit jagung, pemerintah tidak kelabakan. Apalagi, impor jagung membutuhkan waktu lebih dari sebulan untuk mendatangkan dari luar negeri dalam jumlah besar. Soal ini, industri pakan juga sudah mengingatkan pada Bulog.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News