Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Industri perkebunan di Indonesia sepertinya harus mempersiapkan diri menghadapi adanya ancaman musim ekstrim baik hujan maupun kemarau yang akan menurunkan produksi tahun 2010 ini. Dalam ramalan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofiosika (BMKG), musim kemarau akan datang ke sentra perkebunan karet di Sumatera pada bulan Mei mendatang.
Musim kemarau pertama diprediksi terjadi di Lampung, Sumatera Selatan, sebagian Sumatera Utara dan Aceh. Sedangkan untuk wilayah Riau dan Jambi diprediksi BMKG akan masuk musim kemarau pada bulan Juni nanti. Dikhawatirkan, kemarau tersebut mengancam produktifitas karet yang ada di Indonesia. “Ini adalah dampak La Nina,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Asril Sutan Amir kepada KONTAN, kemarin (22//3).
Sayang, Asril mengaku belum bisa merinci penurunan produksi tersebut karena masih melakukan pertemuan dengan pengusaha karet dari tiga negara yaitu Thailand, Indonesia dan juga Malaysia. Namun berdasarkan hitungan Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC), musim kemarau tahun ini sangat berpotensi untuk menggagalkan target pertumbuhan suplai karet dunia tahun ini yang dipatok sebesar 6%.
Selain Sumatera, wilayah Kalimantan juga tidak luput dari ancaman kemarau yang diperkirakan terjadi pada bulan Juni dan Juli, khususnya wilayah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan juga Kalimantan Timur. Sedangkan untuk wilayah Sulawesi diperkirakan akan terjadi kemarau di bulan Juni khususnya Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.
"Skenario Maret ini sangat berbeda dengan apa yang diprediksikan sebelumnya; karenanya akan ada sejumlah dampak negatif dalam produksi karet dunia," kata Jom Jacob, Senior Ekonom ANRPC, seperti dikutip dari Bloomberg.
Wajar bila target suplai karet dunia tersebut tidak akan tercapai. Soalnya, di pasar Indonesia saja, Asril menghitung produksi karet Indonesia tahun ini tidak bisa melebih 2 juta ton. Padahal, produksi karet tahun 2009 lalu mencapai 2,4 juta ton dan tahun 2008 mencapai 2,7 juta ton.
Sesungguhnya, bukan hanya Indonesia saja yang produksi karetnya bakal memble tahun ini. Pasalnya, Thailand dan Malaysia sebagai penyumbang karet dunia juga akan mengalami hal serupa. Dalam kalkulasi Asril, Thailand tidak akan mampu memproduksi karet lebih dari 3 juta ton, sedangkan Malaysia tidak lebih dari 900.000 ton.
ANRPC yang mewakili negara-negara penghasil karet seperti Kamboja, China, India, Indonesia, Malaysia, Papua new Guinea, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam memperkirakan produksi karet dunia tahun ini sekitar 9,54 juta ton. Angka ini sedikit berbeda dengan hitungan International Rubber Study Group yang minggu lalu memprediksi produksi karet dunia tahun ini sekitar 10,6 juta ton.
Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krishnamukti mengaku sudah mencermati kondisi perubahan iklim tersebut. Kepada KONTAN Ia masalah cuaca termasuk ancaman kemarau pertengahan tahun ini sedang dibahas di jajaran kewenangannya. Pembahasan yang akan dilakukannya adalah menyoroti pengaruhnya terhadap industri perkebunan di dalam negeri.
Hasil prediksi awal Bayu memperkirakan, pengaruh iklim tersebut tidak akan banyak berpengaruh pada perkebunan rakyat. Namun, Kementan akan mencermati dan melakukan monitoring kondisi cuaca tersebut termasuk adanya potensi penurunan pasokan karet dari perkebunan jika terjadi kemarau.
Sebaliknya, Bayu menghitung, kemarau justru akan mempengaruhi harga. “Yang jelas harga akan mengkompensasi penurunan pasokan,” jelas Bayu.
Harga karet untuk pengiriman bulan Mei juga sudah mulai menembus level 300,00 yen (US$ 3,32) per kg (19/3) di Tokyo Commodity Exchange (TCOM). Level ini terlihat kembali setelah harga karet terus meluruh ke level 200-an setelah bertengger di level 300,10 yen (US$ 3,31) per kg pada 21 Januari 2010 lalu. Kemarin kontrak karet tidak diperdagangkan karena libur.
Diluar faktor cuaca, penentu harga karet ini adalah International Rubber Consortium Limited (IRCo), organisasi kartel karet yang berisi empat negara, yakni Thailand, Indonesia, Malaysia dan Vietnam yang menguasai 84% produksi karet alam dunia.
Konsorsium negara produsen karet yang menguasai 86% produksi karet dunia tersebut sepakat untuk menurunkan volume produksinya, Indoensia diturunkan 50.000 ton, Malaysia 100.000 ton dan Thailand sekitar 150.000 ton.
"Itu dilakukan semata-mata untuk mendongkrak harga karet yang lesu pada 2008-2009 lalu karena permintaan industri merosot," ujar Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Achmad Mangga Barani..
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News