kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.874.000   -21.000   -1,11%
  • USD/IDR 16.295   0,00   0,00%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%

BPK Soroti Ketidaksinkronan Strategi Transisi Energi Antara PLN dan Kementerian ESDM


Rabu, 28 Mei 2025 / 12:29 WIB
BPK Soroti Ketidaksinkronan Strategi Transisi Energi Antara PLN dan Kementerian ESDM
ILUSTRASI. Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta. KONTAN/Muradi. BPK menyoroti ketidaksinkronan strategi transisi energi antara PT PLN (Persero) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti ketidaksinkronan strategi transisi energi antara PT PLN (Persero) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Ketidaksejalanan ini dinilai berpotensi membebani keuangan negara, terutama dari sisi subsidi dan kompensasi listrik, hingga mencapai Rp 489 triliun pada periode 2025–2040.

Temuan tersebut tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024 yang dipublikasikan BPK. Lembaga auditor negara itu menilai pengelolaan transisi energi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) belum berjalan optimal.

“Perbedaan atau ketidakselarasan skenario transisi energi antara PLN dan Kementerian ESDM ditunjukkan pada perbedaan target penambahan kapasitas pembangkit dan skema sistem kelistrikan” tulis BPK dalam laporan tersebut, dikutip Rabu (28/5).

Akibat ketidaksinkronan ini, target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2023 pun gagal tercapai. BPK mencatat perencanaan proyek-proyek strategis seperti green enabling super grid turut berdampak pada biaya investasi dan biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN.

Baca Juga: BPK Soroti Kinerja PT Timah (TINS), Potensi Kerugian Tembus Rp 34,49 Triliun

Kondisi ini berimplikasi langsung terhadap tarif listrik atau besaran subsidi dan kompensasi yang ditanggung pemerintah. BPK juga menyoroti belum adanya strategi pendanaan yang menyeluruh, terutama dalam aspek mitigasi terhadap kenaikan beban bunga utang.

Jika tidak ditangani, interest bearing debt atau utang berbunga yang ditanggung PLN dapat membengkak menjadi Rp 824 triliun, jauh di atas ambang batas aman sebesar Rp 500 triliun.

“Meningkatkan beban subsidi dan kompensasi listrik mencapai Rp489 triliun pada 2025—2040, jika tidak didukung strategi pendanaan yang baik,” tegas BPK.

BPK turut memperingatkan target penurunan emisi dalam Enhanced National Determined Contribution (ENDC) berisiko gagal tercapai jika persoalan ini tidak segera diselesaikan.

Sebagai langkah korektif, BPK merekomendasikan agar PLN dan Kementerian ESDM memperkuat koordinasi dan menyelaraskan skenario transisi energi. Sinkronisasi tersebut perlu dituangkan dalam dokumen perencanaan seperti RUPTL, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), serta Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).

Tak hanya itu, kedua institusi juga didorong untuk menyusun strategi pendanaan transisi energi yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan serta kesehatan keuangan PLN.

KONTAN mencatat, Kementerian ESDM melaporkan realisasi proporsi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional mencapai 14,1% per 2024. Realisasi ini masih jauh dari target yang dicanangkan pemerintah dalam Kebijakan Energi Nasional yakni sebesar 23% pada 2025.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiyani Dewi mengatakan, capaian bauran energi itu naik dari yang sebelumnya 13,9% pada 2023.

"Capaian bauran terbaru adalah naik 1%, jadi capaian EBT kita, kemarin 13,9% sekarang 14,1% target bauran EBT yang tercapai, sudah tambah 1% dengan tambahan kapasitas EBT terinstal 872 MW," tutur Eniya.

Adapun, Pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik nasional sebesar 69,5 gigawatt (GW) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Sebanyak 42,6 GW atau 61% dialokasikan untuk pembangkit EBT.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah mendorong energi terbarukan sebagai transisi energi.

"Kita membutuhkan 69,5 GW yang mulai dari tahun 2025 sampai dengan 2034," kata Bahlil dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian ESDM, Senin (26/5).

Berdasarkan pemaparannya, secara rinci dari total target penambahan kapasitas listrik sebanyak 69,5 GW, sebanyak 42,6 GW atau 61% dialokasikan untuk pembangkit EBT. Sementara itu, pembangkit berbasis fosil menyumbang 16,6 GW (24%) dan sistem penyimpanan energi (storage) sebesar 10,3 GW (15%).

Lebih detail, pemerintah menargetkan bauran kapasitas EBT yang signifikan, termasuk PLTS sebesar 17,1 GW, PLTA 11,7 GW, PLTB 7,2 GW, PLTP 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan pembangkit nuklir sebesar 0,5 GW. Dari sisi penyimpanan, akan dibangun pumped storage 4,3 GW dan baterai 6 GW.

Baca Juga: PLN Teken Jual Beli Listrik PLTA Batoq Kelo 300 MW di Kalimantan Timur

Selanjutnya: Kisaran Harga Kambing Kurban 2025 di Jawa Tengah, Termurah Rp1,7 Juta

Menarik Dibaca: Pasar Wait and See, Harga Emas Bergulir Tipis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×