kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Harga kedelai berpotensi naik 10%


Senin, 06 Juni 2016 / 10:15 WIB
Harga kedelai berpotensi naik 10%


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Cuaca ekstrem tengah melanda negara-negara penghasil kedelai seperti Argentina, Brasil, dan Amerika Serikat (AS). Negara-negara ini tengah dilanda curah hujan tinggi, sehingga mengakibatkan banjir di sejumlah wilayah  dan merusak tanaman pertanian. Gagal panen pun mengintai dan menyebabkan penurunan produksi kedelai.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, cuaca ekstrem yang terjadi di negara produsen kedelai berpotensi mengerek harga kedelai impor sekitar 10% dalam sebulan hingga dua bulan ke depan. Artinya, dampak gagal panen di negara Amerika Serikat akan terasa di Indonesia kemungkinan pasca lebaran. "Karena pengiriman kedelai dari Amerika ke Indonesia butuh waktu sekitar dua bulan," ujar Aip kepada KONTAN, Minggu (5/6).

Aip mengatakan, saat ini harga kedelai di gudang importir masih stabil di kisaran Rp 6.300 per kilogram (kg) hingga Rp 6.500 per kg. Bila harga ini nantinya naik menjadi sekitar Rp 7.000 per kg hingga Rp 8.000 per kg, maka otomatis para produsen tahu dan tempe akan menaikkan harga di pasaran. Kalau tidak menaikkan harga jual,  siasat lain yang dilakukan produsen tahu dan tempe adalah memperkecil ukuran produk mereka dari 250 gram menjadi 200 gram saja per potong.

Meskipun Gakoptindo menyatakan harga kedelai masih stabil, tapi rata-rata harga penjualan kedelai impor di DKI Jakarta sudah mencapai Rp 12.400 per kg dan di tingkat nasional rata-rata Rp 10.800 per kg per 3 Mei 2016 seperti dirilis Kementerian Perdagangan (Kemdag).

Menurut Aip, harga kedelai di pasaran tersebut sudah terlalu tinggi. Namun, ia meragukan kebenaran survei tersebut. Sebab saat ini, stok kedelai tingkat nasional sebesar 480.000 ton. Stok ini cukup untuk kebutuhan kedelai selama dua bulan ke depan. Sehingga sulit mencari alasan kenaikan harga kedelai hingga Rp 12.400 per kg.

Aip menambahkan, ada sekitar 5 juta orang yang menggantungkan hidupnya pada kedelai. Mereka antara lain produsen tahu dan tempe, para pedagang bakso, dan pedagang tahu dan tempe di pinggir jalan.

Tidak otomatis naik

Direktur Eksekutif Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yusan mengakui saat ini negara-negara produsen kedelai tengah dilanda cuaca ekstrem. Namun ia meragukan kondisi ini bisa berdampak pada kenaikan harga kedelai dalam negeri. Sebab kenaikan harga kedelai itu tidak hanya disebabkan satu faktor saja, melainkan ada faktor lain juga, seperti kondisi ekonomi negara produsen. "Yang selalu dipetakan untuk menentukan harga itu kondisi pasar dunia, jadi tidak otomatis harga naik karena gagal panen di negara produsen," ujarnya.

Yusan menjelaskan, kalau saat ini harga kedelai di negara produsen sudah naik, maka dampaknya sudah bisa langsung terasa ke Indonesia saat ini juga. Sebab, kenaikan harga kedelai di negara produsen akan otomatis menggerek kenaikan harga di negara tujuan impor.

Pasalnya, meskipun pedagang membeli dengan harga lama, tapi kalau harga dari negara eksportir sudah naik, otomatis pedagang menaikkan harga supaya dapat membeli kedelai di pasaran dengan harga baru.

Yusan menilai, harga kedelai impor di pasaran DKI Jakarta yang sebesar Rp 12.400 sebenarnya tidak mencerminkan kenaikan harga kedelai nasional. Buktinya, sampai saat ini, importir menjual kedelai dengan harga normal, yakni sekitar Rp 6.500 per kg. Menurutnya, harga kedelai di pasaran itu ditentukan banyak faktor, termasuk transportasi karena dijual per kilo dan bukan dalam jumlah besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×