Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis dengan target satu juta pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Keyakinan ini didorong oleh perkembangan harga PLTS global yang makin menunjukkan tren kompetitif.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan, Gerakan Nasional Satu Juta Surya Atap (GNSSA) memperkenalkan kepada masyarakat adanya energi bersih dan ramah lingkungan.
"Gerakan ini sangat mendukung pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025," ungkap Rida dalam siaran pers di situs Kementerian ESDM seperti dikutip Kontan.co.id, Sabtu (26/9).
Lebih lanjut, Rida menyebut bahwa keberadaan GNSSA akan menumbuhkan industri barang dan jasa domestik terkait pengadaan PLTS.
Baca Juga: Tiga tahun GNSSA, diharapkan kapasitas PLTS atap di Indonesia tembus orde gigawatt
Secara rinci, Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Hariyanto menjelaskan, Kementerian ESDM tengah menginventarisasi pemanfaatan atap untuk instalasi PLTS Atap.
Dalam hal ini, inventarisasi pemanfaatan PLTS Atap tidak hanya di gedung hunian, melainkan juga gedung komersial, seperti hotel, rumah sakit, dan gedung perkantoran, bandara, pelabuhan, dan pergudangan. “Hasilnya, sementara ini cukup besar potensi yang bisa diterapkan untuk surya atap," kata dia.
Selain itu, pemerintah tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait agar gerakan ini segera terealisasi.
"Mudah-mudahan kalau itu bisa terlaksana ini bisa memecahkan telur sejuta atap tadi, karena yang kita desain adalah 500.000 hingga 1 juta atap untuk tahun pertama untuk perencanaannya," jelas Hariyanto
Dia menambahkan, pemerintah optimistis target 1 juta atap bisa terealisasikan mengingat adanya aturan-aturan terkait dengan penyempurnaan dari penggunaan EBT dan harga yang cukup kompetitif.
Data yang dihimpun Ditjen EBTKE menunjukkan, biaya PLTS dalam kurun waktu 10 tahun (2010 - 2019) mengalami penurunan paling tajam, yakni sekitar 82%. Bahkan, biaya listrik dari PV surya skala utilitas turun 13% dari tahun ke tahun, hingga mencapai sekitar tujuh sen atau US$ 0,068 per kiloWatt-hour (kWh) pada 2019.
"Untuk energi surya ini, kami dari pemerintah berkeyakinan target tersebut bisa direalisasikan karena harganya kompetitif, bisa digunakan sebagai cost recovery di masa pandemi dan padat karya," papar Hariyanto.
Tak ketinggalan, sosialisasi penggunaan energi hijau akan terus digaungkan untuk lebih memotivasi masyarakat beralih dari energi konvensional.
Dalam 3 tahun sejak GNSSA diluncurkan, jumlah pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pengguna PLTS Atap meningkat dari 268 pelanggan pada 2017 menjadi lebih dari 2.346 pelanggan pada pertengahan tahun 2020. Adapun total kapasitas PLTS Atap tersebut mencapai 11,5 Mega Watt (MW).
Baca Juga: Kapasitas terpasang PLTS Atap di Indonesia capai 11,5 MW hingga Juni 2020
Sebagai informasi, GNSAA dideklarasikan pada 17 September 2017 oleh Kementerian ESDM bersama para pegiat energi surya. Gerakan ini telah menjadi salah satu kendaraan pemersatu pembuat kebijakan, pelaku, dan pemangku kepentingan energi surya untuk menciptakan suatu kolaborasi.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan Permen ESDM No. 49/2018 yang menjadi payung hukum pengguna PLTS Atap, kemudian melakukan revisi untuk menurunkan biaya paralel bagi pelanggan industri.
Selanjutnya: Awal Oktober 2020, PLTS buatan Bukit Asam (PTBA) akan beroperasi di Bandara Soetta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News