Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
Data yang dihimpun Ditjen EBTKE menunjukkan, biaya PLTS dalam kurun waktu 10 tahun (2010 - 2019) mengalami penurunan paling tajam, yakni sekitar 82%. Bahkan, biaya listrik dari PV surya skala utilitas turun 13% dari tahun ke tahun, hingga mencapai sekitar tujuh sen atau US$ 0,068 per kiloWatt-hour (kWh) pada 2019.
"Untuk energi surya ini, kami dari pemerintah berkeyakinan target tersebut bisa direalisasikan karena harganya kompetitif, bisa digunakan sebagai cost recovery di masa pandemi dan padat karya," papar Hariyanto.
Tak ketinggalan, sosialisasi penggunaan energi hijau akan terus digaungkan untuk lebih memotivasi masyarakat beralih dari energi konvensional.
Dalam 3 tahun sejak GNSSA diluncurkan, jumlah pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pengguna PLTS Atap meningkat dari 268 pelanggan pada 2017 menjadi lebih dari 2.346 pelanggan pada pertengahan tahun 2020. Adapun total kapasitas PLTS Atap tersebut mencapai 11,5 Mega Watt (MW).
Baca Juga: Kapasitas terpasang PLTS Atap di Indonesia capai 11,5 MW hingga Juni 2020
Sebagai informasi, GNSAA dideklarasikan pada 17 September 2017 oleh Kementerian ESDM bersama para pegiat energi surya. Gerakan ini telah menjadi salah satu kendaraan pemersatu pembuat kebijakan, pelaku, dan pemangku kepentingan energi surya untuk menciptakan suatu kolaborasi.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan Permen ESDM No. 49/2018 yang menjadi payung hukum pengguna PLTS Atap, kemudian melakukan revisi untuk menurunkan biaya paralel bagi pelanggan industri.
Selanjutnya: Awal Oktober 2020, PLTS buatan Bukit Asam (PTBA) akan beroperasi di Bandara Soetta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News