Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan segera mengevaluasi formula harga dasar jenis bahan bakar minyak umum (JBU) avtur.
Hal ini dilakukan setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan bahwa harga avtur di Indonesia 22% hingga 43% lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain, yang disebabkan oleh monopoli pasokan dari Pertamina.
KPPU menekankan pentingnya merevisi aturan harga eceran tertinggi (HET) untuk BBM penerbangan atau avtur yang diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2019.
Aturan tersebut dianggap sudah cukup lama dan tidak lagi sesuai dengan dinamika pasar yang terus berubah.
Baca Juga: Insentif Bisa Pangkas Harga Tiket Pesawat
Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 K/10/MEM/2019 mengatur formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran JBU jenis avtur yang disalurkan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU).
Harga ini ditetapkan berdasarkan biaya perolehan, biaya penyimpanan, biaya distribusi, serta margin dengan batas atas yaitu Mean Of Platts Singapore (MOPS) + Rp3.581/liter + Margin (10% dari harga dasar).
Kontan mencatat bahwa evaluasi ulang terhadap formula harga avtur sangat penting, terutama terkait dengan besaran konstanta sebesar Rp3.581 per liter dan pajak PPh 22 yang dikenakan, khususnya untuk avtur produksi domestik.
Berdasarkan data, konsumsi avtur dari tahun 2019 hingga 2023 menunjukkan bahwa dengan mengurangi konstanta tersebut menjadi Rp2.000 per liter, biaya BBM penerbangan dapat dihemat hingga Rp24,8 triliun. Penghematan ini diharapkan dapat menurunkan harga tiket pesawat dalam periode yang sama.
Baca Juga: Soal Usulan Kemenhub Soal Penurunan Tarif Tiket Pesawat, Ini Kata Bos Garuda
Pertamina menyatakan bahwa harga avtur yang dijual saat ini sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari pemerintah.
"Kami mengikuti regulasi pemerintah," kata VP Corporate Secretary Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, kepada Kontan.co.id, Senin (26/8).
Di sisi lain, dari perspektif badan usaha swasta, Director New Business Development - Aviation Fuel BP, Virita Harlistyanti, mengatakan bahwa Air BP - AKR melalui perusahaan patungannya, PT Dirgantara Petroindo Raya, sudah mulai beroperasi di bandara swasta di Indonesia.
"Sudah menjual produk avturnya," kata Virita kepada Kontan.co.id.
PT Dirgantara Petroindo Raya diketahui siap melayani industri penerbangan Indonesia dalam penyediaan dan pendistribusian avtur, serta mendukung pengembangan infrastruktur transportasi udara.
Baca Juga: Kemenhub Kaji Penurunan Harga Tiket Pesawat
Air BP adalah salah satu penyedia produk dan layanan bahan bakar pesawat terbang terbesar di dunia dengan jaringan operasi yang sangat luas di lebih dari 700 lokasi di sedikitnya 50 negara.
Sepanjang tahun 2018, Air BP telah melayani lebih dari 6.000 penerbangan per hari ke lebih dari 350 maskapai penerbangan di seluruh dunia.
Sementara itu, Susi Hutapea, VP Corporate Relations Shell Indonesia mengungkapkan bahwa saat ini Shell Indonesia masih berfokus untuk mengembangkan bisnis yang ada di Indonesia, termasuk bisnis pelumas, solusi rendah karbon (low carbon solutions), dan SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum).
Sebelumnya, Kontan.co.id melaporkan bahwa pengamat penerbangan, Alvin Lie, menyoroti tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) untuk pesawat atau avtur di Indonesia.
Menurut Alvin, ada beberapa faktor yang menyebabkan mahalnya harga avtur di Tanah Air.
Baca Juga: YLKI: Pemerintah Harus Intervensi Turun Harga Tiket Pesawat
Pertama, kewajiban Pertamina untuk menyediakan avtur di bandara-bandara terpencil (remote area), yang menyebabkan biaya angkut dan penyimpanan tidak sebanding dengan volume penjualan. Hal ini memerlukan adanya subsidi silang dari pemerintah.
Kedua, harga avtur dibebani Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% untuk penerbangan domestik, sementara penerbangan rute internasional dibebaskan dari pajak tersebut.
Ketiga, meskipun pemerintah telah membuka pintu bagi penyedia avtur selain Pertamina dengan syarat mereka juga ikut menyuplai ke bandara-bandara di pelosok, mereka hanya tertarik untuk beroperasi di lima bandara besar seperti Soekarno-Hatta, Juanda, Denpasar, Sultan Hasanuddin, dan Kualanamu.
Keempat, harga avtur termurah berada di Bandara Soekarno-Hatta dan Batam. Bahkan di Bandara Halim Perdanakusuma, harga avtur memiliki selisih yang cukup signifikan dibandingkan dengan Bandara Soekarno-Hatta. Alvin menilai, semakin jauh jarak bandara dari Jakarta, maka harga avtur akan semakin mahal.
Kelima, Badan Pengelola Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) juga mengutip persentase dari penjualan avtur sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), meskipun mereka tidak memiliki peran dalam distribusi avtur, hanya memungut biaya saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News