kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.702.000   23.000   1,37%
  • USD/IDR 16.450   -42,00   -0,26%
  • IDX 6.665   119,20   1,82%
  • KOMPAS100 951   16,29   1,74%
  • LQ45 748   15,90   2,17%
  • ISSI 208   3,64   1,78%
  • IDX30 390   8,22   2,16%
  • IDXHIDIV20 467   6,80   1,48%
  • IDX80 108   1,96   1,84%
  • IDXV30 111   0,63   0,57%
  • IDXQ30 128   2,31   1,84%

Harga Listrik Pembangkit Sampah Masih Dikaji, Subsidi Jadi Opsi


Selasa, 11 Maret 2025 / 17:43 WIB
Harga Listrik Pembangkit Sampah Masih Dikaji, Subsidi Jadi Opsi
ILUSTRASI. Petugas melakukan pengecekan mesin Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo saat peresmian di Solo, Jawa Tengah, Senin (30/10/2023). PLTSa Putri Cempo Solo yang merupakan program strategis nasional (PSN) tersebut resmi beroperasi dan akan menghasilkan kapasitas energi listrik berbasis sampah sebesar 8 MegaWatt (MW) sekali produksi dengan kebutuhan sebanyak 545 ton sampah mentah setiap hari. ANTARAFOTO/Maulana Surya/Spt.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih menggodok harga pasti listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengolahan sampah.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa ada potensi peningkatan biaya listrik dari PLTSa. Namun, harga pasti per kilowatt-jam (kWh) belum ditetapkan.

"Ini belum dibahas. Di Perpres sebelumnya, yaitu Perpres 35 Tahun 2018, harga listrik sampah ditetapkan sebesar 13,35 sen per kWh," ujar Eniya saat ditemui di Kantor ESDM, Senin (11/3).

Baca Juga: Atasi Banjir Jakarta Hari Ini, 15 Ton Sampah Diangkut dari Sungai Ciliwung

Kenaikan Tarif dan Skema Subsidi

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Zulkifli Hasan, menilai bahwa tarif listrik PLTSa saat ini belum cukup menutupi biaya pengelolaan sampah yang efektif.

Oleh karena itu, ia mengusulkan kenaikan tarif listrik dari 13,35 sen per kWh menjadi 19-20 sen per kWh.

"Tarifnya dinaikkan dari 13,35 sen jadi antara 19-20 sen. Selisihnya tentu akan ditutupi oleh subsidi," kata Zulhas pada Jumat (7/3).

Menurut Eniya, ada dua skema subsidi yang bisa diterapkan, yakni subsidi langsung pada harga listrik atau subsidi dalam bentuk tipping fee.

Tipping fee merupakan biaya layanan pengolahan sampah yang dibayarkan pemerintah daerah kepada pengelola sampah.

"Subsidi bisa ke listrik atau ke tipping fee. Ini masih dibahas, mana yang lebih efektif untuk mempercepat pengelolaan sampah," jelasnya.

Selain itu, penentuan harga listrik per kWh tidak bisa dilakukan secara cepat karena berkaitan dengan kebijakan subsidi yang dikelola oleh Kementerian Keuangan

"Iya, kalau subsidi berasal dari Kemenkeu," tambahnya.

Baca Juga: Sampah Tekstil Setiap Orang 30 Kg Per Tahun, LG Tegaskan Pentingnya Daur Ulang

PLTSa Masih Minim Kontribusi ke Jaringan Listrik

Dari segi kapasitas, Eniya menyebut bahwa tambahan daya dari PLTSa masih relatif kecil dibandingkan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) lainnya, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

"Total timbulan sampah saat ini hanya bisa menghasilkan tambahan sekitar 2 gigawatt ke jaringan listrik. Kalau dibandingkan PLTS, jumlahnya masih sangat kecil," ungkapnya.

Sementara itu, Executive Vice President Aneka Energi Terbarukan PLN, Zainal Arifin, mengungkapkan bahwa dari 12 kota yang telah membangun PLTSa, hanya dua kota yang masih beroperasi.

"Karena hanya dua yang beroperasi, PLN berinisiatif memasukkan tipping fee yang awalnya dikelola oleh Pemda sebagai bagian dari komponen biaya pembelian listrik PLN," jelas Zainal.

Dengan skema ini, menurutnya, anggaran tipping fee tidak perlu lagi mendapat persetujuan dari DPRD, sehingga proses pengelolaan dapat lebih efisien.

"Lelangnya nanti juga tidak lagi melalui Pemda, tetapi langsung lewat PLN bersama dengan lelang pembelian listriknya," tambahnya.

Baca Juga: Dukung Pengelolaan Sampah, Beiersdorf Gelar Program Peduli Diri dan Lingkungan

Darurat Sampah di 10 Kota

Terkait ketersediaan bahan baku, Zainal menyebut jumlah sampah nasional saat ini mencapai 64 juta ton per tahun, di mana 60% di antaranya belum terkelola dengan baik.

"Ada 10 kota yang saat ini berada dalam status darurat sampah, seperti Subang dan Yogyakarta. Beberapa lokasi bahkan sudah tidak cukup menampung sampah yang ada," pungkasnya.

Selanjutnya: BNI Siapkan Uang Tunai Rp 21 Triliun pada Periode Lebaran 2025

Menarik Dibaca: 7 Cara Menyembuhkan Asam Urat dengan Cepat, Simak Penjelasannya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×