Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri keramik berharap kenaikan harga komoditas energi seperti minyak mentah, gas dan batubara tak berujung pada kenaikan tarif energi khususnya listrik.
Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, industri keramik tergolong industri yang mengkonsumsi cukup banyak energi dalam proses produksi.
Edy memberikan gambaran, pemakaian gas mencapai 30% dan pemakaian listrik mencapai 10% dari total biaya produksi. "Jadi bisa kita simpulkan pengaruh perubahan harga gas maupun listrik sangat mempengaruhi daya saing industri keramik nasional," kata Edy kepada Kontan.co.id, Senin (4/10).
Edy mencontohkan, langkah pemerintah menerapkan harga gas US$ 6 per MMBTU untuk kelompo industri telah sangat membantu proses pemulihan industri yang terpuruk akibat penerapan pembatasan sosial di awal pandemi covid-19.
Baca Juga: Pengusaha keramik menolak usulan tarif pajak karbon
Dalam catatan Asaki, terjadi rebound untuk industri keramik dimana penyerapan gas meningkat signifikat mencapai 80 BBTUD atau sekitar 72% dari total alokasi gas. Hal ini juga seiring dengan peningkatan utilisasi nasional yang pada periode Januari 2021 hingga September 2021 sudah berada di 75% atau tertinggi sejak 2015 silam.
"Asaki mengharapkan perhatian dan support dari pemerintah agar tidak menaikkan tarif listrik ditahun depan sampai pada kondisi perekonomian nasional membaik dan daya beli masyarakat mulai pulih kembali," ujar Edy.
Edy memastikan, setiap kenaikan biaya produksi yang terjadi akan memberikan peluang bagi produk impor untuk menguasai pasar dalam negeri. Merujuk data ASAKI, untuk periode Januari 2021 hingga Juli 2021 saja angka impor meningkat sebesar 64%. Secara khusus, produk Tiongkok meningkat 107% dan India sebesar 12%.
Selanjutnya: Catatkan kinerja apik, Arwana Citramulia (ARNA) kerek proyeksi laba bersih tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News