Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan harga minyak dunia yang cukup dalam akan mengancam industri minyak dan gas (migas) secara global, termasuk di Indonesia. Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) turut mencermati dampak sentimen tersebut.
Ketua Umum Aspermigas John S. Karamoy menyampaikan, anjloknya harga minyak global hingga di kisaran US$ 20 per barel lebih disebabkan adanya penurunan permintaan dunia akan bahan bakar minyak (BBM) sejak awal Februari 2020. Hal ini sebagai dampak dari penurunan kegiatan ekonomi dunia seiring menyebarkan virus corona di banyak negara.
Baca Juga: Target produksi Pertamina Hulu Energi tidak berubah meski harga minyak bergejolak
Sebelum-sebelumnya, penurunan harga minyak global lebih sering dipicu oleh persepsi adanya kelebihan produksi dari negara-negara penghasil minyak.
Beberapa pihak pun memperkirakan harga minyak dunia bisa kembali turun hingga di bawah US$ 20 per barel lantaran negara-negara maju di Eropa maupun Amerika Serikat (AS) belum bisa mengatasi masalah penyebaran Corona.
Di tengah kondisi harga minyak yang terus tertekan, perusahaan-perusahaan migas asing di Indonesia kemungkinan akan menunda pelaksanaan proyek di sektor hulu migas. Sebab, kondisi sekarang membuat asumsi dalam analisis keekonomian proyek mengalami perubahan.
Beberapa perusahaan migas asing pun sudah mulai kehilangan nilai kapitalisasi pasar akibat pelemahan harga minyak ditambah tuntutan publik untuk memberi porsi lebih besar kepada energi terbarukan.
“Perusahaan besar asing diperkirakan akan mengurangi capex. Bila berlangsung lama bisa berdampak pada produksi migas nasional yang di bawah target APBN 2020,” kata John, Kamis (26/3).
Baca Juga: Pandemi corona menghambat tambahan penyalur program BBM Satu Harga
Diperlukan waktu sekitar 2 tahun sampai 3 tahun agar kondisi industri migas kembali seperti di waktu yang lalu. Hal ini dikarenakan investor perlu menunggu terciptanya harga minyak bumi yang mereka yakini wajar sebelum memutuskan langkah selanjutnya.
Dengan begitu, Aspermigas menilai sudah seharusnya seluruh stakeholder bidang migas di Indonesia membuat asumsi bahwa peran perusahaan migas asing akan menurun di masa mendatang.
Baca Juga: Kondisi bisnis Energi Mega Persada (ENRG) tetap stabil di tengah berbagai tekanan
Alhasil, kini waktu yang tepat bagi perusahaan nasional di sektor hulu migas mengambil peran lebih besar dalam kelangsungan produksi migas. Tak cukup sampai di situ, peran perusahaan penyedia jasa dan logistik migas dalam negeri sudah seyogianya berperan besar dalam kelangsungan industri migas Indonesia.
“Aspermigas juga dituntut untuk membantu peningkatan peran perusahaan migas hulu swasta nasional,” kata John.
Ia juga berharap, pemerintah bisa memberikan insentif-insentif keberpihakan yang akan mendorong bisnis perusahaan-perusahaan swasta migas nasional secara jangka panjang, sehingga mampu melaksanakan kegiatan eksplorasi dengan asumsi-asumsi terkait “risk dan reward” yang masuk akal.
Baca Juga: Pertamina: Pelemahan rupiah belum berdampak ke perubahan harga BBM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News