Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik akan mengerek harga produk obat-obatan di pasaran. Kenaikan harga obat terjadi karena ada efek domino dari kenaikan BBM dan listrik.
Johanes Setijono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) menyatakan, kenaikan BBM dan listrik membuat biaya produksi, pengemasan, dan distribusi ikut naik. Kenaikan harga obat ia perkirakan mencapai 5% dari harga saat ini.
"Pengalaman saya kalau ada kenaikan BBM, harga obat naik tidak akan jauh dari kenaikan inflasi," kata Johanes yang juga menjabat sebagai komisaris PT Kalbe Farma di Jakarta, Selasa (13/3).
Hal ini juga diamini oleh Ahdia Amini, Sekretaris Perusahaan PT Indofarma. Ahdia menambahkan, kenaikan harga BBM memicu kenaikan bahan baku, bahan kemasan, hingga bahan-bahan penolong lain yang memiliki kontribusi 70% dari Harga Pokok Penjualan (HPP) obat Indofarma.
"Tapi kami belum beres menghitung berapa nilai kenaikan harga itu, maupun elastisitasnya dalam mempengaruhi margin keuntungan perusahaan," terang Ahdia. Namun begitu, kata Ahdia, kenaikan BBM mulai 1 April, tidak serta merta diikuti kenaikan harga obat.
Pasalnya, setiap perusahaan farmasi memiliki stok bahan baku atau stok obat untuk beberapa bulan ke depan. Penjualan stok itu masih memakai acuan harga yang lama, atau belum memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM.
Selain itu, perusahaan farmasi telah memiliki kontrak dengan pemasok kebutuhan industri farmasi, seperti bahan baku kemasan. Kontrak ini diteken sebelum BBM naik dan biasanya kerjasama berlaku satu tahun.
Indofarma sendiri, memiliki sisa kontrak bahan baku dan kemasan rata-rata beberapa bulan ke depan. Karena itu, kenaikan harga obat Indofarma diperkirakan baru terjadi setelah enam bulan pasca kenaikan BBM berlaku. "Mungkin enam bulan setelah tanggal 1 April baru terasa," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News