kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.912   12,00   0,08%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Harga Pertamax Naik, BBM RON 90 Jadi Lebih Diminati?


Selasa, 03 Oktober 2023 / 20:25 WIB
Harga Pertamax Naik, BBM RON 90 Jadi Lebih Diminati?
ILUSTRASI. Minat masyarakat terhadap produk BBM RON 90 yang setara dengan Pertalite mengalami kenaikan belakangan ini. KONTAN/Baihaki/2/10/2023


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Antrean pembeli Revvo 90 terlihat lebih panjang dari biasanya di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Vivo di daerah Jakarta Selatan pada Selasa (3/10) sore, menjelang jam pulang kerja. Salah seorang petugas di SPBU tersebut membenarkan bahwa minat masyarakat terhadap  produk Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan research octane number (RON) 90 yang setara dengan Pertalite itu memang mengalami kenaikan belakangan ini.

“(Yang beli Revvo 90) naik,” ujar seorang petugas SPBU Vivo di daerah Jakarta Selatan.

Antrean pembeli Pertalite juga sama. Berdasar pantauan Kontan.co.id di sebuah SPBU di Jakarta Selatan, setidaknya ada sekitar 13 motor yang berbaris mengantre ke arah tabung pengisian untuk Pertalite. Sama seperti pantauan di SPBU Vivo, reportase ini juga dilakukan menjelang jam pulang kerja.

Baca Juga: Harga Pertamax Naik, Pertamina Berharap Tak Ada Migrasi Pengguna ke BBM Subsidi

“Pertalite yang pembelinya jadi makin banyak,” kata petugas pom bensin di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta Selatan (3/10).

Kontan.co.id melakukan reportase secara acak terhadap sejumlah SPBU di wilayah Jakarta Selatan dan Depok. Tujuannya ialah melihat perilaku masyarakat dalam membeli BBM pasca kenaikan harga Pertamax belum lama ini.

Seperti diketahui, Pertamina menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 14.000 per liter. Jika dibandingkan dengan Pertalite (RON 90) yang saat ini masih Rp 10.000 per liter, maka harga keduanya selisih Rp 4.000 per liter. 

Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji juga mengakui, kenaikan harga Pertamax dapat memicu migrasi pelanggan dari Pertamax ke produk di kelas RON 90 yang harganya memang lebih murah. 

"Tetapi jumlahnya saya kira tidak banyak, tetapi kemungkinan sih pasti ada," jelasnya di Gedung Kementerian ESDM, Senin (2/10). 

Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting  meyakini bahwa segmen pengguna Pertamax secara umum memahami perlunya penggunaan BBM yang sesuai dengan spesifikasi kendaraannya. Itulah sebabnya, ia percaya bahwa saat ini kuota BBM Pertalite masih cukup tersedia hingga tutup tahun. 

Sampai dengan Agustus 2023, Pertamina Patra Niaga telah menyalurkan Pertalite sebesar 19,8 juta kilo liter (KL) dari kuota 32,5 juta KL. Artinya sudah terealisasi 60,92%. 

“Sekali lagi harapannya konsumen tetap menggunakan BBM Non Subsidi,” tegasnya. 

Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai bahwa penambahan kuota Pertalite untuk tahun 2023 urgen untuk ditambah. 

Sebab, selisih harga antara harga Pertamax dan Pertalite pasca penetapan harga baru Pertamax cukup jauh, sehingga kenaikan harga Pertamax berpotensi mendorong migrasi penggunaan Pertamax ke Pertalite pada sebagian konsumen.

Di sisi lain, memaksa konsumen untuk tetap membeli Pertamax juga memiliki potensi dampak secara makro ekonomi, sebab langkah yang demikian bisa membuat masyarakat mengurangi belanja. Berbeda dengan kebutuhan BBM yang memang tidak bisa dikurangi lantaran tuntutan mobilitas sehari-hari.

“Baju misalnya ditunda belinya, alas kaki, kemudian barang- durable goods, rekreasi, itu yang akan terpengaruh kalau masyarakat tetap membeli bbm jenis non subsidi, pasti ada konsumsi lainnya yang harus dikorbankan,” tutur Bhima saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (3/10).

Baca Juga: BPS: Kenaikan Harga BBM Non Subsidi Tak Berdampak Signifikan Pada Inflasi

“Jadi itu bisa berpengaruh terhadap indikator makro ekonomi lainnya, salah satunya adalah pemulihan di sektor industri manufaktur yang terhambat dan juga penjualan ritel yang akan terkena dampak,” imbuhnya lagi.

Bhima tidak menampik, penambahan kuota Pertalite juga akan memiliki dampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kendati demikian, hal itu menurutnya bisa dimitigasi.

“Betul, ada konsekuensi ke APBN, tapi sebaiknya dilakukan realokasi dari SAL (Saldo Anggaran Lebih) dan belanja lain yang belum terserap. Tahun lalu masih ada SAL Rp 478,95 triliun, sebagian bisa dipakai untuk tambal kuota bbm subsidi,” terang Bhima.

Sementara  itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, memiliki pendapat berbeda. Menurutnya, segmen konsumen pengguna BBM non subsidi dengan yang subsidi/dikompensasi memiliki karakteristik yang berbeda.

Tidak seperti pengguna BBM subsidi/kompensasi, segmen pengguna BBM non subsidi umumnya relatif lebih inelastis terhadap perubahan harga, sehingga potensi migrasinya kecil.

“Artinya ketika ada perubahan harga BBM non subsidi biasanya mereka relatif tidak merespon dengan migrasi atau kemudian meninggalkan (BBM non subsidi), karena mereka sudah cukup paham bahwa naik dan turunnya harga BBM ini sesuatu yang lazim atau biasa. Jadi mereka berekspektasi nanti kalau harga minyak turun atau nilai tukar rupiah menguat juga (harga BBM non subsidi/Pertamax) akan turun lagi,” terang Komaidi saat dihubungi Kontan.co.id (3/10).

Kendati demikian, Komaidi tidak memungkiri bahwa hal ini tidak berarti kemungkinan terjadinya migrasi ke Pertalite sama sekali tidak ada. Potensi migrasi ke Pertalite, menurut Komaidi, berpeluang terjadi pada pengguna baru Pertamax.

“Tetapi layer itu biasanya isinya tidak terlalu banyak, karena karakteristik pengguna utama BBM  non subsidi itu biasanya sudah relatif solid, konsumennya loyal dan biasanya sudah sadar kualitas dari engine dan pertimbangan lingkungan yang lebih baik,” pungkas Komaidi.

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengatakan bahwa kemungkinan adanya urgensi untuk menambah kuota Pertalite tetap terbuka. Hanya saja, ia menduga bahwa potensi konsumsi berlebih tidak akan terlalu besar melampaui kuota yang telah ditetapkan.

“Dari pertemuan terakhir Komisi VII DPR RI dengan Dirut Pertamina Patra Niaga, dilaporkan bahwa prognosis penyerapan pertalite, sampai hari ini, masih dalam batas kuota tahun 2023,” ujar Mulyanto saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (3/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×