Reporter: Maria Elga Ratri | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) minta agar para investor dan industri di bidang wood pellet atau bimomassa kayu berani menawarkan harga beli yang lebih tinggi dari saat ini.
"Sekarang (harga beli industri untuk biomassa) cenderung lebih rendah dari pulp. Kalau wood pellet Rp 250.000- Rp 270.000 per meterkubik free on board (FOB), pulp kertas sudah Rp 300.000 per meterkubik FOB," ujar Direktur Eksekutif APHI Purwadi di sela acara diskusi industri biomassa, Kamis 5/9).
Menurutnya, harga yang lebih murah tersebut tidak menggairahkan industri hutan tanam industri (HTI) sebagai penyedia bahan baku energi alternatif dari limbah kayu tersebut. "Selama (industri) wood pellet ini masih menghargai kayu dengan harga yang rendah, saya juga tidak yakin banyak HTI yang tertarik untuk memasok industri ini kecuali mereka mau memberi harga yang kompetitif," imbuh Purwadi.
Padahal, sebagian alasan investor wood pellet, utamanya dari Korea Selatan melirik potensi investasi di Indonesia adalah ketersediaan bahan baku dan harga yang relatif murah. Karena itu Purwadi menyarankan agar industri wood pellet juga mengolah produk lain, etanol misalnya.
"Kalau etanol kan sudah jadi energi cair, nilai tambah lebih tinggi. Sehingga (industri wood pellet) berani bayar lebih tinggi juga. Siapapun yang investasi wood pellet, jangan hanya fokus di wood pellet saja tapi juga eksten ke derivatif produk," terang Purwadi.
Ia juga mengatakan, pelaku industri wood pellet memiliki peluang bila mereka berani membeli dengan harga lebih tinggi dibanding industri kertas. "Kalau mereka bisa memberikan penawaran yang lebih tinggi mereka akan punya peluang, terutama di HTI-HTI yang tidak terintegrasi dengan industri pulp," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News