Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga batubara yang belum memanas di kisaran US$ 53 per ton membuat PT Bara Jaya International Tbk yang dahulu bernama PT ATPK Resources Tbk menunda produksi batubara. Apalagi hingga kini, perusahaan yang memiliki dua izin pertambangan di Kalimantan ini belum mendapat kesepakatan harga jual.
Sekretaris Perusahaan PT Bara Jaya Andreas Andy S. menyatakan, saat ini, pihaknya belum mendapatkan permintaan dari pelanggan dengan harga yang sesuai dengan yang manajemen perusahaan inginkan. Sebab, "Kami tidak mau menjual rugi," ujar Andy kepada KONTAN, Senin (21/03).
Dengan demikian, perusahaan dengan kode saham ATPK ini tidak akan melakukan produksi sebelum ada kesepakatan harga dengan pelanggan. "Dalam kondisi pasar khususnya harga yang tidak bisa diprediksikan kapan akan membaik seperti saat ini, tidak bijaksana untuk menumpuk stok batubara," ujarnya.
ATPK memproduksi batubara berkalori rendah. Mayoritas produksinya diekspor ke India. Sisanya dijual ke perusahaan pengelola pembangkit di Indonesia. Perusahaan ini kini berupaya mencari pembeli dari domestik. Andy mengklaim saat ini sedang menjajaki penjualan kepada perusahaan pembangkit listrik di pasar domestik.
Untuk menyuplai satu pembangkit, perusahaan ini berharap bisa memasok batubara sekitar 18.000 ton hinga 22.000 ton per bulan. Hanya saja, "Belum ada kontrak, baru penjajakan awal," ujarnya tanpa memberi tahu pembangkit mana yang tengah mereka incar untuk mereka pasok.
Dia mengatakan, pihaknya masih belum bisa menargetkan produksi tahun ini. Bahkan, skenario terburuk, perusahaan ini tak akan memproduksi batubara bila kesepakatan harga tak tercapai.
Asal tahu, hingga November 2015, ATPK hanya menjual sekitar 163.495 ton atau turun dalam dibandingkan dengan penjualan periode yang sama tahun 2014 yaitu mencapai 670.192 ton.
Volume penjualan yang rendah itu mengakibatkan turunnya pendapatan Bara Jaya International menjadi Rp 38,3 miliar pada periode Kuartal IV-2015, dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar Rp 672,7 miliar.
"Saya ber berharap seiring membaiknya harga minyak yang mencapai US$ 40 per barel dari sebelumnya US$ 30 per barel, akan ada ada permintaan lagi dari pasar India yang cocok dengan harga perseroan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News