Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga telur di tingkat peternak terjun bebas sejak September 2016. Penurunan harga telur ayam terus berlanjut hingga pertengahan bulan November 2016, dan diprediksi akan berlangsung hingga Maret 2017.
Koordinator Forum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar mengatakan, harga telur di tingkat peternak yang paling rendah saat ini terjadi di Jawa Timur, yakni sekitar Rp 13.700 per kilogram (kg). Harga tersebut belum termasuk biaya kirim ke Jakarta dan Bandung, yang rata-rata Rp 1.000 - Rp 1.200 per kg.
Sementara, harga telur rata-rata di tingkat peternak nasional di bawah Rp 15.000 per kg. Pada kondisi normal, harga telur berada di kisaran
Rp 18.000-Rp 19.000 per kg di tingkat peternak.
"Stok telur saat ini juga masih menumpuk di peternakan pulau Jawa lebih dari tujuh hari, kondisi ini turut memengaruhi penurunan harga telur di tingkat peternak," ujar Musbar kepada KONTAN, Jumat (18/11).
Musbar menjelaskan, konsumsi telur saat ini terbagi menjadi dua kategori, yakni ritel dan rumah tangga yang setara 70% pangsa pasar, serta industri dengan porsi 30%. Menurutnya, penurunan harga telur di tingkat peternak saat ini karena sejumlah faktor.
Pertama, penyerapan telur dari pasar ritel dan rumah tangga belum menunjukkan perbaikan menjelang akhir tahun ini. Padahal, menjelang akhir tahun seperti ini, biasanya peternak dan industri produsen telur menggenjot produksi.
Asal tahu saja kebutuhan telur nasional mencapai 41 juta butir per pekan dengan rata-rata produksi sekitar 50 juta butir per pekan. Namun menjelang akhir tahun, produksi bisa naik mencapai 60 juta butir per pekan.
Kedua, penyebabnya adalah penurunan pembelian telur oleh industri konsumer, terutama makanan dan minuman sepanjang tahun ini. Penurunan itu ditenggarai disebabkan karena banyak industri menggunakan tepung telur yang diimpor dari China sehingga penyerapan telur industri berkurang 20%-25%.
Siklus tahunan
Namun Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menilai, penurunan harga telur ayam yang terjadi saat ini merupakan siklus tahunan, yang lazim terjadi selama Oktober hingga pertengahan Desember. "Seharusnya setiap peternak dan pedagang sudah tahu kalau tiap tahun ada siklus penurunan harga," ujar dia.
Meski begitu, harga rata-rata telur di pasar konsumsi hanya turun tipis. Jika pada September lalu harga telur berkisar Rp 22.500 per kg, maka saat ini harganya sekitar Rp 21.700 per kg.
Padahal, asumsinya jika harga rata-rata telur di peternak Rp 18.000 per kg dan harga di pasar konsumsi Rp 23.000 per kg, maka dengan harga Rp 15.000 per kg di peternak, semestinya harga hanya Rp 20.000 per kg.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman membantah bahwa industri menjadi penyebab turunnya harga telur di tingkat peternak. "Saya belum mengecek tudingan tersebut, tapi seharusnya bukan karena industri makanan dan minuman," ujarĀ Adhi.
Wakil Ketua Umum Gapmmi Sribugo Suratmo menambahkan, tak masuk akal jika industri makanan dan minuman membuat harga telur peternak jatuh. Pasalnya, saat ini justru industri makanan tengah gencar meningkatkan produksi roti dan biskuit berbahan baku telur untuk kebutuhan akhir tahun. Dia menuding ada permainan dari pelaku industri telur itu sendiri.
Sribugo memastikan bahwa industri tidak mengurangi permintaan telur dan justru malah meningkatkan. Sejauh ini, industri tetap membeli telur dengan harga normal yakni sekitar Rp 19.000-Rp 20.000 per kg dari para distributor atau hampir sama dengan harga eceran di pasar ritel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News