kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga tes PCR makin ditekan bisa berdampak pada keamanan dan kualitas layanan


Selasa, 26 Oktober 2021 / 19:31 WIB
Harga tes PCR makin ditekan bisa berdampak pada keamanan dan kualitas layanan
ILUSTRASI. PENYESUAIAN TARIF SWAB. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presdien Jokowi meminta untuk menurunkan harga layanan tes pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) dari yang sebelumnya Rp 495.000 hingga Rp 525.000 menjadi Rp 300.000. 

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, Randy H Teguh memaparkan, harga tes PCR yang disampaikan pemerintah merupakan harga layanan pemeriksaan di rumah sakit dan laboratorium. 

Harga layanan tersebut, termasuk harga yang harus dibayar untuk seluruh komponen biaya yang diperlukan untuk tes PCR termasuk reagen, swab stick, APD, masker, sarung tangan, listrik, air, administrasi, margin usaha, dan lain sebagainya. 

"Sedangkan Gakeslab hanya mengikuti dinamika pasar saja. Sama seperti kemarin saat harga diturunkan dari Rp 900.000 menjadi Rp 495.000 - Rp 500.000 pihak RS dan Lab negosiasi harga ke anggota kami," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (26/10). 

Baca Juga: Relawan Jokowi Mania gugat Inmendagri 53/2021 yang wajibkan penumpang pesawat tes PCR

Pada dasarnya, pemeriksaan PCR bermacam-macam, ada metode close system, open system, Thermal Cycler, dan lainnya tergantung dengan teknologi yang digunakan. Tentu hal ini juga mempengaruhi harga layanan. 

Randy khawatir, harga layanan PCR yang terus ditekan akan berdampak pada segi keamanan dan kualitas layanan PCR. Dia menggambarkan, ditekannya harga PCR dikhawatirkan  membuat RS atau laboratorium melakukan efisiensi. Sehingga bisa jadi, petugas atau perawat untuk melayani tes PCR ditekan dari hanya 3 perawat menjadi 1 perawat saja supaya bisa memenuhi harga yang diminta pemerintah. 

Kekhawatiran lainnya, pihak RS atau lab ingin lebih cepat memenuhi harga dengan mendapatkan pasien lebih banyak. Bisa jadi masalah bisa timbul dalam proses dan berdampak pada hasil yang kurang valid. Dari segi kualitas alat kesehatannya, Randy menegaskan, sejatinya alat kesehatan yang digunakan RS dan laboratorium umumnya sudah memenuhi standar ISO. 

"Hal ini tidak bisa dikompromikan karena untuk beredar harus memiliki nomor izin edar dari Kementerian Kesehatan. Kalo tidak ada nomor izin edar, artinya barang tersebut tidak bisa dijual bebas atau ilegal," ujarnya. 

Namun, saat ini sedang terjadi kondisi oversupply di China, sehingga alat tes PCR yang ditawarkan harganya bisa lebih rendah. Ada kejadian bahwa alat PCR yang belum terdaftar di Kementerian Kesehatan dan tidak masuk melalui penyalur resmi, bisa masuk ke Indonesia dan dijual bebas di platform E-Commerce. 

Hal ini juga menjadi salah satu yang dikhawatirkan Randy. Ditekannya harga layanan PCR, membuka potensi alat kesehatan yang digunakan untuk layanan tes PCR tidak teruji kualitasnya. 

Mengevaluasi turunnya harga layanan PCR dari sebelumnya Rp 900.000 menjadi Rp 495.000 - Rp 500.000, Randy mengatakan anggota Gakeslab tidak mengalami hambatan. Produsen alat PCR dari luar negeri sudah relatif banyak misalnya saja China dan Korea mempunyai produksi yang lebih sehingga persoalan supply dan harga menjadi lebih baik. 

Saat ini, 90% kebutuhan alat kesehatan untuk PCR seperti mesin PCR, stik swab, dan reagen masih diimpor karena hanya sedikit perusahaan lokal yang sudah bisa produksi. Randy menjelaskan, di Indonesia baru ada tiga perusahaan yang mampu memproduksi mesin PCR. Sedangkan untuk reagen juga baru dua atau tiga perusahaan saja yang bisa produksi. 

Untuk alat kesehatan pendukung seperti APD, masker medis, sarung tangan karet, dan lainnya Indonesia sudah 80% bisa memenuhinya dari dalam negeri. 

Saat dihubungi terpisah, Plt Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, drg Arianti Anaya mengatakan  saat ini sudah ada dan tersedia 7 produk RT PCR produksi dalam negeri yang telah memiliki izin edar Kemenkes. "RT PCR ini diproduksi di dalam negeri dan telah dilakukan validasi untuk menjamin keamanan, mutu dan kemanfaatannya," jelasnya. 

Selanjutnya: Presiden minta tarif PCR turun, Kalbe Farma (KLBF) siap turuti ketentuan pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×