Reporter: Petrus Dabu | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Demi menenuhi kewajiban perusahaan tambang untuk mengolah mineral mentah, PT Harita Prima Abadi Mineral akan merealisasikan pembangunan smelter bauksit mulai tahun depan.
Senior Manager Development Harita Prima, Ian S. Soeryadipoera menuturkan, Harita akan mendirikan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit menjadi alumina di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Konstruksi pabrik itu akan dimulai pada Januari 2013.
Pembangunan smelter bauksit itu diperkirakan menelan investasi hingga sebesar US$ 2,2 miliar. Sumber pendanaan untuk proyek ini, sebesar 30% berasal dari induk usahanya Harita Group, sebesar 10% dari Winning Investment Company dan 60% dari China Hongqiao Group Ltd.
Sebagai gambaran, Harita Prima merupakan perusahaan patungan antara Harita Group dengan kepemilikan 25% dan PT Cita Mineral Investindo yang memegang 75% saham.
Menurut Ian, pekerjaan engineering design dan studi kelayakan proyek tersebut sudah dilakukan. Saat ini, pihaknya sedang melanjutkan pada proses studi analisis dampak lingkungan (Amdal) dan sejulah izin lainnya. "Kami targetkan proses tersebut rampung akhir tahun ini," ujarnya, Kamis (13/9).
Kapasitas 4 juta ton
Proyek pembangunan smelter ini akan dikerjakan dalam empat tahap. Tahap pertama, dengan kapasitas bauksit yang dihasilkan sebanyak 1 juta ton per tahun akan rampung awal 2015. Selanjutnya, tahap kedua, ketiga dan keempat, secara berurutan diperkirakan tuntas pada 2017, 2019, dan 2021 mendatang.
Kata Ian, nantinya, pada 2021, pabrik smelter tersebut bakal menghasilkan total 4 juta ton alumina saban tahun.
Saat ini, Harita Prima memiliki luas konsesi pertambangan bauksit seluas 350.000 hektare yang terpecah dalam 26 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Barat. Perusahaan ini sudah berproduksi sejak 2005.
Selama ini, bijih bauksit langsung diekspor dalam bentuk mentah. Namun, dengan adanya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 tahun 2012 yang melarang ekspor mineral mentah, Harita pun mengikuti amanah beleid itu dengan membangun smelter.
Ian mengklaim, sekarang ini, cadangan sumber daya bauksit milik Harita di konsesi tersebut mencapai 1,2 miliar ton dan cadangan terbukti mencapai 500 juta ton.
Dengan cadangan terbukti 500 juta ton, usia ekonomis pabrik smelter akan mencapai 30 tahun. "Namun, dengan eksplorasi yang terus menerus, cadangan terbukti tentu akan bertambah," ungkapnya.
Saat ini, rata-rata produksi bijih bauksit di lahan konsesi Harita Prima mencapai 8-10 juta ton per tahun. Selama ini, Harita Prima mengekspor produksinya ke China.
Pada Mei dan Juni lalu, produksi sempat berhenti pasca keluarnya Permen ESDM tersebut. Namun, pada Juli, produksi aktif kembali setelah Kementerian ESDM menerbitkan Permen Nomor 11 tahun 2012 yang memberikan dispensasi kepada perusahaan tambang untuk tetap mengekspor bahan mineral mentah hingga 2014, dengan sejumlah syarat, seperti penandatanganan pakta integritas untuk memathui ketentuan itu dan izin usaha pertambangan sudah clear and clean.
"Pekerja kami sudah mulai bergerak lagi. Sejak Juli-September produksi sudah mencapai 600.000 ton per bulan," papar Ian. Kegiatan ekspor pun sudah kembali dilakukan dengan izin yang harus diperbaharui setiap tiga bulan.
Harita Prima berharap ada toleransi waktu untuk mereka. Sebab, menurut Ian, smelter baru beroperasi pada 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News