Reporter: Asnil Bambani Amri, Herlina KD, Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Hasil audit dan verifikasdi terhadap laporan dan tudingan pelanggaran dan pengrusakan lingkungan oleh Greenpeace terhadap PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) akan diumumkan tanggal 10 Agustus mendatang.
“Hasil akan diumumkan tanggal 10,” kata Daud Dharsono Presiden Direktur SMART melalui pesan singkatnya kepada KONTAN di Jakarta, Kamis (29/7).
Hasil yang ditunggu-tungu banyak pihak terutama oleh PT. Unilever Indonesia Tbk tersebut sangat mempengaruhi permintaan crude palm oil (CPO) terhadap perusahaan CPO di Indonesia dari industri yang ada di Eropa. Audit yang dilakukan oleh Control Union Certification (CUC) dan BSI Group (BSI) tersebut akan menjadi pedoman kerjasama jual beli CPO antara SMART dan Unilever Indonesia.
Mengenai pengumuman hasil audit tersebut, External Affairs Manager PT Unilever Indonesia Tbk Rachmat Hidayat belum bisa memberikan penjelasan dengan alasan masih melakukan rapat internal. “Masih meeting, nanti selesai makan siang saya sampaikan,” kata Rachmat kepada KONTAN.
Namun beberapa waktu lalu pihak Unilever telah menyatakan bakal menunggu hasil verifikasi BSI dan CUC. Jika hasilnya nanti menunjukkan tidak ada bukti pelanggaran oleh SMART, Unilever bersedia melanjutkan kembali bisnisnya dengan SMART. "Kita akan menunggu hasil verifikasi itu," kata Corporate Secretary PT Unilever Tbk Sancoyo Antarikso.
Asal tahu saja, SMART merupakan salah satu produsen sawit yang kena cekal dari sejumlah perusahaan yang selama ini menjadi pelanggannnya, yaitu PT Unilever Indonesia, Nestle SA dan Cargill Inc. Bahkan pada bulan Mei lalu, salah satu produsen minyak nabati asal Spanyol, Abengoa Bioenergy SA juga mengeluarkan pernyataan agar pemasoknya tidak membeli CPO dari group Sinar Mas sebelum perusahaan milik Eka Tjipta Widjaya itu membuktikan tuduhan mengenai perusakan hutan itu tidak benar.
Kedua perusahaan yang memproduksi fast moving consumer goods (FMCG's) itu menilai, SMART tidak mengindahkan tata cara penanaman sawit yang ramah lingkungan. Dengan kata lain, SMART cenderung merusak lingkungan.
Namun, pihak SMART bersikukuh bahwa pihaknya telah melakukan prosedur standar budidaya sawit sesuai dengan aturan yang disepakati oleh para produsen internasional yang terinci dalam Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). SMART sendiri merupakan salah satu anggota RSPO.
Hasil investigasi Greenpeace
Rencananya, siang nanti Greepeace Asia Tenggara kembali mengumumkan hasil investigasinya terhadap indikasi pengrusakan hutan yang terjadi di wilayah Indonesia.
Pada bulan Mei 2010 lalu, Juru Kampanye Green Peace Joko Arif datang menemui para petinggi Kementerian Pertanian (Kementan), diantaranya Menteri Pertanian Suswono, Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, dan Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Achmad Mangga Barani.
Dua hal utama yang disampaikan Green Peace terkait pelanggaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan sawit besar, termasuk Sinar Mas.
“SMART membuka hutan tanpa AMDAL, tidak ada ijin pemanfaatan kayu (sawit), di Papua mereka membuka lahan di hutan sagu,” paparnya. Hal itu dinilai mempengaruhi ekosistem kehidupan di dalam negeri. Sementara secara global, hal tersebut membawa dampak terhadap perubahan iklim karena menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Ekspansi bisnis sawit SMART juga menjadi salah satu kekhawatiran dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan tersebut. Saat ini total lahan sawit SMART mencapai 400.000 hektar, namun rencananya salah satu anak grup raksasa penghasil pulp&papper tersebut akan memperluas lahan sawitnya menjadi 1 juta hektar. Dus, deforestasi tak bisa dihindari.
Penggunaan lahan gambut untuk tanaman sawit di Indonesia masih diperbolehkan jika kedalamannya kurang dari 3 meter. Namun, menurut Joko, konsesi yang disepakati melalui Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) --dimana SMART menjadi salah satu anggota yang tergabung di dalamnya-- disepakati untuk memproteksi lahan gambut sebagai salah satu langkah untuk mengurangi efek gas rumah kaca.
Peringatan tersebut sebenarnya sudah disampaikan sejak November 2008 lalu ketika ada pertemuan RSPO di Bali. Imbauan yang sama ditegaskan kembali sebulan sesudahnya. Sayangnya, hal itu tidak digubris.
“Kami khawatir, Sinar Mas ini kan tidak hanya produsen sawit, tetapi juga produsen Pulp&Papper terbesar ke dua di dunia, jika tidak diindahkan, maka hutan kita terancam rusak,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News