Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Indonesia, terutama milenial dan generasi Z, semakin menyadari pentingnya transaksi yang efisien dan cashless. Transaksi dan layanan keuangan secara digital telah menjadi kebutuhan sehari-hari di Indonesia.
Apalagi keharusan untuk menjaga jarak fisik, belajar, bekerja, dan menjalankan berbagai beraktivitas dari rumah karena pandemi Covid-19 telah pemicu percepatan penerapan digitalisasi dalam layanan finansial. Hampir semua bank kini menerapkan “go digital”.
Industri fintech pun menjamur dimana-mana. Di pihak lain, penerapan digitalisasi dalam layanan finansial juga dipicu oleh masih tingginya kelompok masyarakat yang belum tersentuh sama sekali atau memiliki akses terbatas terhadap layanan perbankan (unbanked dan underbanked).
Berdasarkan riset Google, Temasek, dan Bain & Company 2019 (dalam e-Conomy SEA 2019), tercatat masih ada sekitar 92 juta penduduk Indonesia termasuk kategori unbanked, dan 47 juta penduduk RI pada kategori underbanked.
Padahal berdasarkan laporan Digital 2021, WeAreSocial & HootSuite, penggunaan smartphone di Indonesia sudah mencapai 98,2% dengan penetrasi Internet 73,7% untuk populasi jumlah penduduk tercatat 274,9 juta jiwa.
Baca Juga: Kini Semua Fintech Lending Resmi Berstatus Berizin dari OJK, Totalnya Ada 103 Fintech
Ratusan juta masyarakat yang masih tergolong unbanked atau underbanked itu, ditambah tingginya penggunaan smartphone dan penetrasi Internet, merupakan peluang besar bagi layanan perbankan digital di Indonesia.
Salah satu indikatornya, pada tahun 2020, nilai transaksi e-money di Indonesia tercatat sekitar Rp 205 triliun. Meningkat tajam dari 981 miliar pada tahun 2011 (sumber: data Statista).
Namun peningkatan nilai transaksi dari layanan perbankan digital tersebut, ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan sistem keamanan identitas maupun akses pengguna. Lantaran masih banyak organisasi yang mengandalkan sistem autentikasi Out of Band (OOB) seperti kode aman SMS atau sandi satu kali (OTP).
“Berdasarkan pengamatan kami, SMS masih merupakan pilihan paling populer yang digunakan oleh berbagai organisasi untuk mengautentikasi pelanggan mereka, padahal sistem tersebut sama sekali tidak dapat dikatakan aman. Mengapa? Secara ringkas, teknologi autentikasi SMS tersebut telah berusia lebih dari 30 tahun dan belum diperbarui sejak saat itu. Sistem tersebut dikembangkan pada masa di mana konektivitas masih sangat terbatas dan tentu saja tujuan awalnya bukan untuk membawa sebuah pesan rahasia. Hanya sekadar untuk menyampaikan pesan singkat. Selain itu, informasi yang dibagikan melalui SMS juga tidak terenkripsi,” kata Edwardcher Monreal, Security and Technology Evangelist – IAM Consumer Authentication Solutions, HID Global dalam keterangannya, Selasa (10/1).
Sistem autentikasi yang kurang aman dan sederhana tersebut menjadi salah satu faktor mudahnya terjadi kebocoran data pribadi. Masih segar dalam ingatan kita banyaknya media yang melaporkan kasus-kasus kebocoran data pribadi di Indonesia.
HID Global adalah penyedia solusi pengelolaan identitas terkemuka di dunia. HID Global memiliki unit Identity and Access Management (IAM) yang secara khusus menyediakan berbagai solusi untuk autentikasi, baik autentikasi identitas konsumen, manajemen identitas sumber daya manusia, serta IOT (internet of things) dan PKI (public key infrastructure), untuk menawarkan interaksi end-to-end yang aman sekaligus cepat.
Baca Juga: HID Global siap-siap menjalankan divisi bisnis baru di Indonesia
Edwardcher menyatakan bahwa HID Global sudah menyediakan solusi pengelolaan identitas sejak 2002. Bahkan solusi unit bisnis IAM telah melindungi lebih dari 85 juta identitas pengguna di seluruh dunia, baik yang menggunakannya sebagai autentikasi pengguna maupun transaksi, hingga sistem biometric pengenalan wajah yang canggih dan verifikasi identitas digital.
Beberapa produk andalan, di antaranya HID IdenTrust digital certificates yang melindungi lebih dari 6 miliar transaksi per tahun, dan HID Global Credential Management System telah menerbitkan lebih dari 50 juta kredensial.
Sektor bisnis di Indonesia yang menikmati dan mendapatkan manfaat besar dari solusi-solusi IAM di antaranya adalah layanan Finansial, Kesehatan, Telekomunikasi dan Pemerintahan.
“Saat ini kami melihat potensi besar dari industri jasa keuangan. Terindikasi dari sebagian besar pelanggan layanan IAM di Indonesia adalah bank-bank besar,” tambah Edwardcher.
Bagi industri layanan jasa finansial Indonesia, terdapat beberapa solusi yang menurut Edwarcher populer di Indonesia, namun perlu dipertimbangkan untuk peningkatannya.
“Token perangkat keras yang beroperasi dengan sandi sekali pakai, umum digunakan di Indonesia. Banyak dipakai untuk verifikasi pelanggan tanpa menggunakan smartphone, atau sebagai sistem autentikasi tahap kedua apabila diperlukan. Namun walaupun Indonesia merupakan pasar token perangkat keras yang signifikan, perlu diingat bahwa dunia tengah mengalami kelangkaan semikonduktor saat ini. Dengan demikian semua proses identifikasi dan transaksi menjadi lebih mudah dan masuk akal jika dilakukan secara mobile, seperti yang ditawarkan oleh solusi HID Approve, baik melalui offline authentication atau push notification,” kata Edwardcher.
HID Approve untuk mobile banking bisa digunakan untuk mencegah terjadinya penipuan dalam penandatanganan transaksi, terutama pada tahap 3-D secure dan saat verifikasi pada software token for login.
Baca Juga: HID Global rilis dua produk printer anyar khusus untuk kartu identitas
Selain itu, HID approve juga digunakan untuk autentikasi sumber daya manusia yang sederhana, untuk memastikan keamanan saat mengakses VPN maupun aplikasi perusahaan baik untuk karyawan maupun admin TI.
Solusi lain yang disediakan HID Global, IAM unit, bagi industri layanan jasa finansial di Indonesia adalah autentikasi biometrik dengan perangkat lunak autentikasi multi-faktor DigitalPersona yang memungkinkan autentikasi dilakukan di kantor cabang atau mesin ATM.
Selain itu, DigitalPersona juga digunakan untuk proses log-in ke dalam workstation yang dipakai bersama, sehingga membantu organisasi finansial menjadikan teller, loan officers, branch manager dan karyawan lainnya turut aktif dalam melindungi sistem keuangan, data, dan aplikasi yang perlu dilindungi.
Edwardcher menambahkan bahwa industri jasa layanan finansial dan lainnya harus menyadari bahwa di era digital saat ini, sangat penting untuk menjaga kepercayaan dengan pelanggan.
Membangun kepercayaan dengan pelanggan membutuhkan waktu dan usaha yang lama, sementara kehilangan kepercayaan adalah sesuatu yang dapat terjadi seketika, jika aset dan data mereka disusupi atau bocor ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News