kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.921   9,00   0,06%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Hingga Akhir 2023, Program Perhutanan Sosial Telah Mencapai Akses Kelola 6,37 Juta Ha


Sabtu, 30 Desember 2023 / 06:35 WIB
Hingga Akhir 2023, Program Perhutanan Sosial Telah Mencapai Akses Kelola 6,37 Juta Ha
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo memberi sambutan dalam program perhutanan sosial untuk pemerataan ekonomi di Desa Brani Wetan, Maron, Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (2/11). Program tersebut berwujud penyerahan Surat Keputusan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IHPS) dan SK Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) dan memperjelas status petani dalam mengelola hutan. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/pd/17


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat hingga akhir 2023 program perhutanan sosial telah mencapai akses kelola sebesar 6.371.773,42 hektare (6,37 juta hektare).

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Bambang Supriyanto menjelaskan, program perhutanan sosial adalah sebuah sistem pengelolaan hutan lestari. Kelompok masyarakat atau masyarakat hukum adat menjadi pelaku utama untuk mengelola hutan negara atau hutan adat untuk kesejahteraan. 

Baca Juga: Transisi Ekonomi Hijau Bisa Dorong Pendapatan Masyarakat Hingga Rp 902,2 Triliun

Hingga saat ini, perhutanan sosial tersebut melibatkan 9.642 Unit Surat Keputusan (SK) dan memberikan manfaat langsung bagi 1.287.710 Kepala Keluarga. 

Selain itu, penetapan hutan adat seluas 250.971 hektare, melibatkan 131 Unit SK, memberikan kontribusi positif bagi 75.785 Kepala Keluarga. 

Bambang menambahkan, perhutanan sosial bukan hanya sekadar solusi untuk persoalan tenurial. Akan tetapi juga diharapkan menjadi katalisator untuk pengembangan ekonomi masyarakat. 

Baca Juga: Dorong Pembiayaan Aksi Iklim secara Mandiri dengan Peluncuran Wakaf Hutan

Program ini diantisipasi dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan melalui usaha hasil hutan, serta menciptakan sentra ekonomi lokal dan daerah. 

"Saat ini, sudah terbentuk 10.249 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial, yang mencakup berbagai kelas seperti Platinum, Gold, dan Silver, dengan total transaksi ekonomi mencapai Rp 1,08 triliun," ujar Bambang dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/12).

KLHK mencatat, keberhasilan perhutanan sosial juga tercermin dalam berbagai model pengelolaan, termasuk pola agroforestry, silvofishery, dan silvopastura

Selain memberdayakan masyarakat melalui sektor hasil hutan, program ini juga berhasil menangani 570 kasus tenurial yang terjadi, menunjukkan perannya sebagai solusi konflik lahan di tingkat tapak.

Baca Juga: Inilah Cara Ikut Perdagangan Karbon Untuk Masyarakat Adat & Perhutanan Sosial

Bambang menyebut, perhutanan sosial juga ditopang dengan pemerataan ekonomi, pendampingan dengan tata kelola kelembagaan, tata kelola hutan dan tata kelola ekonomi. Harapannya masyarakat yang miskin bisa dientaskan, masyarakat mampu mengelola kawasan hutan dengan baik. 

Serta, pemerintah menyediakan akses permodalan dalam bentuk KUR maupun skema lainnya termasuk juga untuk oftakkernya.

"Sehingga desa menjadi desa yang bertumbuh gini ratio antara desa dan kota menjadi kecil, tidak ada urbanisasi tetapi ruralisasi itu yang akan terjadi kedepan,” terang Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×