Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
Meski begitu, di satu sisi, Olvy juga menilai pandemi juga memunculkan sisi positif bagi produsen rempah. Pasalnya, banyak konsumsi makanan berbasis rumahan, ketakutan akan kelangkaan selama pandemi juga mengakibatkan permintaan shelf-stabel products meningkat, termasuk rempah. Tak hanya itu, ada juga permintaan yang tinggi terhadap produk rempah yang bergunhsi sebagai immune booster.
"Saya percaya rempah itu, apapun jenisnya, masih sangat dibutuhkan di pasar dunia saat ini. Karena rempah itu bisa memberikan kekuatan atau imunitas bagi konsumen, khususnya di masa pandmei saat ini," jelas Olvy.
Baca Juga: Lakukan business matching, Indonesia berpotensi ekspor rempah Rp 9,6 miliar ke Taiwan
Adapun, setelah Covid-19 berakhir, Kemendah akan fokus meningkatkan ekspor rempah-rempah yang aman dan diproduksi secara berkelanjutan, diproduksi sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku serta produk yang memiliki sertifikasi dan bisa dilacak dari hulu ke hilir (treacibility).
Tahun lalu, nilai ekspor rempah Indonesia mencapai US$ 643,42 juta atau naik 2,84% dibandingkan 2018.
Di 2019, komoditas ekspor utama adalah biji lada dengan nilai US$ 141,84 juta atau 22,04% dari total ekspor rempah, biji cengkeh sebesar US$ 107,11 juta (16,65%), bubuk kayu manis sebesar US$ 78,23 juta (12,16%), vanilla beans senilai US$ 67,02 juta (10,42%), dan buah pala senilai US$ 64,92 juta (10,09%). 5 komoditas tersebut berkontribusi 71,36% terhadap total ekspor rempah di 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News