Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat ekspor rempah Indonesia sejak Januari hingga April 2020 mencapai 218,69 juta.
Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita mengatakan, walaupun ada Covid-19, permintaan atas rempah masih mengalami peningkatan.
"Di Januari-April kalau kami catat ada US$ 218 juta, jadi meningkat sekitar 19,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya," ujar Olvy dalam webinar Strategi Diversifikasi dan Adaptasi Produk Rempah-Rempah di masa dan setelag pandemi Covid-19, Kamis (25/6).
Baca Juga: Meski pandemi, Indonesia ekspor perdana 27 ton ikan ke China
Adapun, pada periode Januari-April 2020, rempah yang paling banyak diekspor adalah lada piper (utuh) dengan nilai US$ 40,88 juta atau sekitar 18,7% dari total ekspor rempah, cengkeh (utuh) senilai US$ 37,26 juta (17,04%), pala (utuh) senilai US$ 26,47 juta (12,11%), bubuk kayumanis senilai US$ 25,38 juta (11,61%), ada juga Mace dengan nilai US$ 18,67 juta (8,54%).
Tak hanya itu ada juga ekspor vanilla dengan nilai US$ 16,67 juta, kayumanis (utuh) dengan nilai US$ 12,97 juta, kayumanis lainnya mencapai US$ 11,54 juta, kapulaga senilai US$ 7,67 juta, bubuk pala US$ 7,04 juta dan rempah lainnya.
Baca Juga: Menperin dan pelaku usaha berkomitmen genjot industri manufaktur
Olvy mengakui, terdapat beberapa hambatan yang dialami ekspor rempah saat ini khususnya di tengah pandemi Covid-19. Beberapa di antaranya adalah penutupan laboratorium untuk pengujian, penutupan bandar udara komersial internasional, berkurangnya permintaan dari negara importir dikarenakan pemberlakuan karantina wilayah dan kebijakan lockdown juga terputusnya rantai pasokan dan pendistribusian produk ke negara lain.
"Dengan banyaknya industri makanan, industri kuliner yang sementara tutup karena masa pandemi. Sehingga proses produksi ini tidak bisa didistribusikan dengan baik, ke pasar lokal maupun ke pasar dunia," kata Olvy.
Meski begitu, di satu sisi, Olvy juga menilai pandemi juga memunculkan sisi positif bagi produsen rempah. Pasalnya, banyak konsumsi makanan berbasis rumahan, ketakutan akan kelangkaan selama pandemi juga mengakibatkan permintaan shelf-stabel products meningkat, termasuk rempah. Tak hanya itu, ada juga permintaan yang tinggi terhadap produk rempah yang bergunhsi sebagai immune booster.
"Saya percaya rempah itu, apapun jenisnya, masih sangat dibutuhkan di pasar dunia saat ini. Karena rempah itu bisa memberikan kekuatan atau imunitas bagi konsumen, khususnya di masa pandmei saat ini," jelas Olvy.
Baca Juga: Lakukan business matching, Indonesia berpotensi ekspor rempah Rp 9,6 miliar ke Taiwan
Adapun, setelah Covid-19 berakhir, Kemendah akan fokus meningkatkan ekspor rempah-rempah yang aman dan diproduksi secara berkelanjutan, diproduksi sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku serta produk yang memiliki sertifikasi dan bisa dilacak dari hulu ke hilir (treacibility).
Tahun lalu, nilai ekspor rempah Indonesia mencapai US$ 643,42 juta atau naik 2,84% dibandingkan 2018.
Di 2019, komoditas ekspor utama adalah biji lada dengan nilai US$ 141,84 juta atau 22,04% dari total ekspor rempah, biji cengkeh sebesar US$ 107,11 juta (16,65%), bubuk kayu manis sebesar US$ 78,23 juta (12,16%), vanilla beans senilai US$ 67,02 juta (10,42%), dan buah pala senilai US$ 64,92 juta (10,09%). 5 komoditas tersebut berkontribusi 71,36% terhadap total ekspor rempah di 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News