Reporter: Agung Hidayat | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana naiknya tarif cukai di Indonesia bakal menjadi momok tersendiri bagi produsen rokok. Ditambah lagi struktur cukai rokok saat ini dinilai timpang, dimana segmentasi industri rokok mesin dengan batasan maksimal 3 miliar batang produksi per tahun mendapatkan tarif cukai yang lebih rendah.
Menurut Mindaugas Trumpaitis, Presiden Direktur PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan simplifikasi cukai lebih menghasilkan win-win solution baik bagi industri maupun pemerintah. "Sebab semakin banyak layer tarif cukai tentu semakin sulit kompleks," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (30/10).
Sementara terkait segmentasi industri, dimana regulasi menganggap pabrikan yang produksi di bawah 3 miliar batang rokok per tahun untuk rokok mesin mendapatkan tarif cukai yang rendah dinilai kurang adil. HMSP berharap semua perusahaan besar harusnya diperlakukan sama.
Serta belum tentu pabrikan dengan volume kecil bernilai kecil sebab beberapa multi national company ada yang memang memiliki divisi produksi di Indonesia dengan kapasitas kurang dari 3 miliar batang. "Satu miliar batang saja butuh 3.000 tenaga kerja, apakah itu tergolong pabrik yang kecil," sebut Mindaugas.
Sementara itu menurutnya seiring dengan kenaikan cukai, industri rokok secara umum terus mengalami penurunan. Setidaknya setiap cukai naik tiap tahun, industri ini mengalami penurunan sekitar 1%-3%.
Sementara itu, memasuki tahun politik di 2019 dimana diprediksi konsumsi masyakat meningkat, manajemen belum ingin mematok target yang muluk-muluk. Apalagi, peningkatan konsumsi dinilai bel menyentuh seluruh lini consumer goods.
Sampai kuartal-III tahun 2018 HMSP menggenggam pendapatan bersih senilai Rp 77,5 triliun, naik 7,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 72,2 triliun. Sementara HMSP masih dapat membukukan kenaikan laba bersih 3,2% menjadi Rp 9,6 triliun.
Menurut Mindaugas, brand-brand rokok HMSP masih mampu memimpin pangsa pasar di Indonesia. Sekadar informasi, anak usaha Phillip Morris ini memiliki kapasitas produksi hingga 100 miliar batang rokok per tahunnya.
Sebelumnya Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) telah menyampaikan agar pemerintah tidak gegabah dalam memutuskan tarif cukai rokok tahun 2019. Besaran cukai rokok dipandang jangan melebihi 10 persen untuk mengamankan industri hasil tembakau (IHT).
Dengan naiknya tarif cukai yang tinggi, menurut Gaprindo, peredaran rokok ilegal akan kembali marak beredar di masyarakat. Ini akan menambah beban bagi industri hasil tembakau karena dampak negatif terbesarnya adalah pengurangan tenaga kerja (PHK).
Saat ini diketahui dari 600 pabrikan rokok yang memiliki izin, hanya 100 pabrikan yang masih beroperasi setiap harinya. Tak beroperasinya ratusan pabrik tersebut berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja, dari 600.000 karyawan kini yang tersisa 450.000 pekerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News