Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pasar perhotelan di daerah yakni Bali, Yogyakarta, dan Solo dinilai sudah "over supply" karena kebutuhan tidak seimbang dengan pasokan yang tersedia.
Wakil Presiden Direktur Sahid Group, Haryadi B Sukamdani, mengatakan hal itu kepada Kompas.com, Jumat (24/10).
"Kelebihan pasokan sangat rawan terjadi di ketiga daerah tersebut. Kebutuhan tidak sebanyak pasokan yang ada. Jumlah wisatawan juga tidak mengalami lonjakan berarti namun jumlah kamar baru, mencapai ribuan unit," ujar Haryadi.
Terlebih, lanjut dia, government spending (belanja pemerintah) terkait fasilitas akomodasi sudah mulai dikurangi. Hal ini secara signifikan akan memengaruhi pasar hotel, terutama hotel bisnis. Saat ini, tingkat penghunian kamar (TPK) di ketiga kawasan tersebut hanya berkisar rerata 50% hingga 55%.
Oleh karena itu, kata Haryadi, sangat penting bagi pemerintah provinsi ketiga daerah tersebut untuk mengerem perizinan pembangunan hotel baru atau melakukan moratorium, sebelum pasar menjadi jenuh dan persaingan tidak sehat terjadi.
"Namun demikian, secara umum pasar hotel tahun 2015 mendatang masih positif dan pebisnis masih bisa melakukan eskpansi di kawasan-kawasan tertentu. Asal jeli memilih lokasi, bisnis hotel masih menjanjikan," kata Haryadi.
Selain itu, imbuh dia, pemerintah juga harus gencar melakukan promosi wisata terpadu. Pasalnya jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia masih rendah, hanya 9 juta. Bandingkan dengan Thailand yang didatangi 20 jutaan turis," urainya.
Lampu kuning
Fenomena kelebihan pasokan kamar hotel baru juga terjadi di kota Banjarmasin, dan Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Menurut GM Rattan Inn, Faisal Tranggono, pasar perhotelan dua kota tersebut sudah sampai pada tahap lampu kuning. Pasokan kamar baru terus bertambah, sementara jumlah tamu stabil.
"Kue pasar hotel di kota Banjarmasin dan Banjarbaru masih terbilang sedikit, sementara pemain yang memperebutkan banyak. Kalau kondisi ini dibiarkan, berpotensi menimbulkan persaingan tidak sehat. Pemerintah dan PHRI harus segera membatasi izin pembangunan hotel baru," ujar Faisal, Kamis (23/10).
Dia menuturkan, moratorium harus segera dilakukan supaya tidak terjadi perang harga yang memberat pengusaha dan juga karyawan perhotelan. Bila itu terjadi, maka penghasilan yang bisa dibawa pulang (take home pay) karyawan hotel akan berkurang.
"Kondisi over supply di sini bisa terjadi dalam dua tahun. Sebab, beberapa hotel baru sudah beroperasi pada saat itu. Sebut saja, hotel Fave, Horison, Aston yang menambah jumlah kamar, Swissbel Hotel, dan Best Western," jelas Faisal.
Menurut catatan PHRI Kalimantan Selatan, hingga 2015 mendatang, terdapat 1.041 kamar yang bakal dibuka untuk publik. Kamar-kamar baru tersebut berasal dari Aston dengan 200 kamar, Mercure 180 kamar, Golden Tulip 138 kamar, Swissbel 60 kamar, Grand Dafam 100 kamar, Rattan Inn 165 kamar, dan Novotel 198 kamar. (Hilda B. Alexander)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News