Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bali, sebagai primadona pariwisata dunia, kini menghadapi tantangan serius di balik gemerlapnya sektor real estat dan hospitalitas.
Pada 2024, sektor real estat menyumbang 3,84 persen atau Rp 11,45 triliun terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali.
Sementara itu, sektor hospitalitas dengan 593 hotel berbintang dan 8.152 restoran menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Penambahan 3.253 kamar baru dari 23 proyek hotel hingga 2027 serta pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur semakin mempertegas posisi daerah ini sebagai motor pertumbuhan ekonomi sekaligus peluang pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga: Rata-Rata Lama Tamu Menginap di Hotel versi BPS: Bali vs Jakarta
Pertumbuhan properti yang pesat di Pulau Dewata berbanding lurus dengan lonjakan konsumsi energi, bahkan melampaui kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta.
Fenomena ini menjadi isu krusial yang menuntut transformasi cepat menuju bangunan yang efisien dan berkelanjutan.
Dalam forum Innovation Day 2025 di Bali, para pakar dari berbagai sektor berdiskusi untuk mencari jalan keluar.
Dengan tema “Powering Bali’s Sustainable Future with Net-Zero Buildings”, forum ini menyoroti bagaimana Bali harus menjadi pionir dalam adopsi solusi bangunan ramah lingkungan demi mencapai target Net Zero Emission 2045.
Ketika Hotel Bali Paling Boros Energi
Data menunjukkan, hotel bintang lima di Bali memiliki rata-rata konsumsi energi yang mencengangkan, yakni 183 kWh per kamar per hari. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Jakarta (131 kWh) dan Yogyakarta (85 kWh).
Laju konsumsi energi ini menimbulkan kekhawatiran, terutama mengingat sektor hospitalitas menjadi tulang punggung ekonomi Bali.
Baca Juga: Dua Properti Ikonik InJourney Jadi Sorotan di Ajang Bali Tourism Awards 2025
Di sisi lain, hal ini juga membuka peluang besar untuk penerapan Bangunan Gedung Hijau (BGH) dan Bangunan Gedung Cerdas (BGC), yang standarnya sudah ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Beleid tersebut yakni Permen PUPR No. 21/2021 tentang BGH dan BGC dalam Permen PUPR No. 10/2023 guna mendorong pembangunan rendah karbon.
Kepala Balai Teknik Sains Bangunan, Kementerian PU Fajar Santoso Hutahaean, menekankan bahwa sektor bangunan memegang peran vital dalam konsumsi energi dan emisi karbon.
"Kami mengajak seluruh pihak untuk bersinergi, memastikan pembangunan di Bali tidak hanya cepat, tetapi juga berkelanjutan," ujar Fajar, Rabu (3/9/2025).
Keselamatan Listrik: Isu Krusial di Balik Hunian Mewah
Di samping isu efisiensi energi, tantangan lain yang muncul adalah keselamatan kelistrikan.
Insiden kebakaran akibat korsleting listrik di villa dan hunian di Bali sepanjang 2024-2025 menjadi pengingat serius.
Salah satunya adalah kebakaran yang menghanguskan 20 unit vila di Seminyak dengan kerugian mencapai Rp 12 miliar.
Sementara itu, Koordinator Standardisasi Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Hanat Hamidi menegaskan pentingnya penggunaan produk listrik ber-SNI dan pemasangan instalasi yang sesuai standar.
Ia mendorong penerapan perangkat proteksi seperti Residual Current Circuit Breaker (RCCB) dan RCBO untuk mencegah bahaya sengatan dan kebakaran.
Transformasi menuju hunian yang efisien dan aman memerlukan kolaborasi dari semua pihak, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat.
Dengan solusi teknologi terkini dan kesadaran bersama, Bali dapat membuktikan bahwa pariwisata yang maju bisa berjalan beriringan dengan komitmen kuat terhadap keberlanjutan dan keselamatan.
Selanjutnya: Putin Ultimatum Ukraina, Damai Lewat Perundingan atau Hadapi Kekuatan Militer
Menarik Dibaca: 4 Cara Menghilangkan Blackhead dengan Bahan Alami, Mau Coba?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News