Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Hutama Karya kini tidak hanya fokus membangun jalan tol trans sumatera. Perusahaan juga mengembangkan bisnis Engineering Procurement and Construction (EPC).
Hingga akhir September 2018, Hutama Karya telah membukukan kontrak Rp 12 triliun dari segmen EPC atau sekitar Rp 32% dari total kontrak yang dihadapi perusahaan yakni Rp 37,54 triliun. Kontrak tersebut didapat dari pembangunan proyek-proyek pembangkit listrik.
Dengan pencapaian tersebut, Hutama Karya tidak akan berhenti untuk membidik kontrak baru. Hingga penghujung tahun perusahaan masih akan mengikuti tender beberapa proyek sehingga bisa membukukan kontrak Rp 14 triliun.
"Sampai akhir tahun kami masih membidik proyek EPC sekitar Rp 2 triliun lagi. Saat ini sedang dalam proses tender," ungkap Suroto, Direktur Operasional Hutama Karya saat bertandang ke Gedung KONTAN baru-baru ini.
Proyek EPC menjadi kontributor terbesar kedua terhadap pencapaian kontrak yang dikerjakan Hutama Karya selama sembilan bulan pertama tahun ini. Sementara penyumbang terbesarnya masih dari proyek jalan dan jembatan seebsar 56%. Sisanya berasal dari bangunan gedung dan lainnya 6%, serta bandara dan sarana perhubungan lainnya 6%.
Kontrak-kontrak EPC tersebut diantaranya didapatkan dari Pembangkit Listrik Muara Tawar Bekasi berkapasitas 400 Megawatt (MW) yang dimiliki oleh PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), Pembangkit Listrik Tambak Lorok Semarang milik Indonesia Power, Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) Suralaya 2 x 1.000 MW, Pembangkit Listrik Krakatau Daya Listrik 400 MW, dan lain-lain.
Suroso mengatakan, proyek-proyek tersebut digarap secara konsorsium dengan kontraktor lain. Sebagian besar mitra Hutama Karya adalah kontraktor EPC asing dari Jepang dan Korea Selatan.
Hutama Karya selama ini masih bermitra lewat konsorsium dalam menggarap proyek -proyek EPC besar. Perusahaan belum berani melakukan penawaran tender sendiri karena resiko proyek EPC sangat besar. "Pinalti juga tinggi dari daily time dan performance juga tinggi. Makanya kam belum berani ambil EPC full." ungkap Suroto.
Ke depan, Hutama Karya masih akan membidik proyek EPC yang skala besar lewat konsorsium. Namun, untuk proyek-proyek pembangkit berskala kecil, perusahaan akan melakukan penawaran seorang diri.
Dalam menggarap bisnis EPC, Hutama Karya juga masih akan fokus di dalam negeri dalam dua sampai tiga tahun ke depan. Sebab menurut Suroto, potensi proyek EPC di Indonesia masih sangat besar.
"Memang kami sudah diajak untuk garap EPC di Vietnam, tetapi kami pikir lebih baik memantapkan diri di dalam negeri dulu 2-3 tahun ke depan." katanya.
Tahun depan, Hutama Karya juga masih akan gencar membidik proyek-proyek EPC. Perusahaan yang akan jadi holding BUMN tol ini menargetkan kontrka baru dari EPC Rp 4 triliun-Rp 5 triliun di 2019.
Dari seluruh bisnis jasa konstruksi yang digarap Hutama Karya, proyek EPC memberikan margin paling besar. Maklum, proyek jenis ini memang memiliki resiko yang tinggi. Tahun ini, perusahaan menargetkan akan membukukan pendapatan dari EPC sebesar Rp 2 triliun.
Secara total dari EPC dan proyek-proyek infrastruktur, Hutama Karya menargetkan pendapatan sebesar Rp 8 triliun tahun ini. Sebesar Rp 6 triliun dibidik dari proyek ifrastruktur seperti dari jalan non tol, bendungan, bandara , dan lain-lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News