Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) berharap pemerintah segera mengambil keputusan terkait kewajiban penempatan pusat data (data center). Hal ini akan memberikan kepastian kepada para pelaku bisnis digital di Indonesia.
Ignatius Untung, Ketua Umum idEA menjelaskan peraturan mengenai data center saat ini terkesan maju mundur. Semula pemerintah meminta lokasi data center harus berada di Indonesia.
Namun, belakangan pemerintah menyatakan pelaku digital tak perlu membangun data center di Indonesia, namun cukup membuka access point. Menurut dia, situasi ini membuat para pelaku bisnis digital bingung.
“Ini yang benar yang mana. Biarpun sanksinya apa belum jelas, masih abu-abu. Kalau abu-abu, percuma juga kita bikin data center,’ kata Untung, dalam siaran persnya, Senin (3/9).
Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Di antara poin yang menjadi perdebatan adalah kewajiban penempatan data center di Indonesia.
Semula, revisi peraturan tersebut akan terbit Oktober 2017, namun terus mundur. Saat ini, revisi PP 82/2012 memasuki tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pelaksana Tugas Kepala Seksi Kelembagaan Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Yudhistira Nugraha sebelumnya menjelaskan hal yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut adalah kewajiban penempatan data center dan data recovery center di wilayah Indonesia.
"Aturannya sedang direvisi menjadi kewajiban penempatan data elektronik strategis pada data center dan data recovery center di wilayah Indonesia," ujar dia di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Mengutip draft aturan terakhir, Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) dalam tanggapan resmi yang dirilis 7 Mei 2018 menyebutkan data elektronik terbagi menjadi tiga kategori.