kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Implementasi penyerapan gas industri US$ 6 mmbtu masih mengalami sejumlah kendala


Kamis, 25 Maret 2021 / 20:55 WIB
Implementasi penyerapan gas industri US$ 6 mmbtu masih mengalami sejumlah kendala
ILUSTRASI. Karyawan?PGN meninjau utilisasi gas yang digunakan pada sebuah industri.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto memaparkan saat ini belum semua pelaku industri keramik mendapatkan harga gas yang setara. Hal ini terjadi pada  pelaku industri keramik di Jawa Timur.

Edy menjelaskan sudah hampir setahun sejak implementasi Kepmen ESDM No 89K/2020, industri keramik di Jawa Timur baru mendapatkan harga gas US$ 6/mmbtu sebesar 66% dari kontrak gas sesuai Kepmen. Artinya 34% pasokan gas masih dikenai harga gas lama yakni U$ 7,98/mmbtu. Adapun jika dirata-rata harga gas industri di Jawa Timur sebesar US$ 6,5/mmbtu. Sedangkan, harga gas di Jawa Barat sudah US$ 6/mmbtu. 

Menurut Edy, masalah ini terjadi karena ada sebagian produsen gas hulu di Jawa Timur yang belum siap memberikan harga gas US$ 6/mmbtu sehingga PGN sebagai supplier terpaksa membebankannya ke industri. Adapun hal ini sudah berjalan cukup lama sehingga Asaki meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali. 

"Hal ini tentunya sangat membebani industri keramik di Jatim apalagi di tengah gencarnya impor produk keramik dari China, India dan Vietnam," kata Edy. 

Di luar dari harga gas yang belum merata, pelaku industri keramik di Jawa Timur juga mendapat masalah lain yakni gangguan pasokan gas sejak beberapa bulan terakhir. Jadi  industri hanya diperbolehkan menggunakan 75% dari total kontrak Perjanjian Jual Beli Gas  (PJBG) PGN.  

"Hal ini memaksa industri keramik yang produksi penuh atau memakai lebih, otomatis harus membayar 25% pemakaian gas tersebut dengan harga  surcharge US$15/mmbtu. Sudah jatuh tertimpa tangga nasib industri keramik di Jatim," ungkap Edy. 

Tentu masalah ini membuat industri keramik di Jawa Timur tidak berdaya saing dengan sesama industri lokal, di Jawa Barat. "Jangankan sama India dan China, industri keramik di Jawa Timur sudah kehilangan daya saing di lokal karena perbedaan harga gas karena kontribusi gas ke biaya produksi 30%-35%," jelasnya. 

Baca Juga: Ini penyebab pemerintah bakal eveluasi insentif gas US$ 6 per MMBTU untuk industri

Mengenai penyerapan gas, Edy menjelaskan sesuai dengan data utilisasi pabrik keramik secara nasional, mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, bahkan pada kuartal I 2021 (menurut data dari anggota Asaki saat ini) utilisasi sudah mencapai 75% atau tertinggi sejak 2015. 

"Artinya, tingkat utilisasi yang terus meningkat ini mencerminkan penyerapan gas secara maksimal. Untuk Asaki kami sudah on track. Buktinya, di tengah pandemi Covid-19 kami membuktikan komitmen untuk  memanfaatkan stimulus tersebut sehingga penyerapan gas dan kinerja produksi menjadi lebih baik dari sebelum adanya stimulus dijalankan," jelasnya kepada Kontan.co.id, dihubungi terpisah. 

Kendala yang sama juga turut dirasakan pelaku industri di sektor kaca lembaran. Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan menjelaskan alokasi gas di Kepmen ESDM 89-K/2020 ditetapkan sebagai batas maksimum dalam kontrak antara industri dengan pemasok, kalau penyerapannya lebih maka kena surcharge

"Otomatis, penyerapan harus diperhitungkan dan diatur internal sedemikian rupa agar surcharge yang sangat mahal tersebut tidak terjadi," jelasnya. 




TERBARU

[X]
×