kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45907,02   3,68   0.41%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Impor baja tercatat meningkat 51,18% atau US$ 5,36 miliar di semester I-2021


Kamis, 12 Agustus 2021 / 21:38 WIB
Impor baja tercatat meningkat 51,18% atau US$ 5,36 miliar di semester I-2021
ILUSTRASI. Industri baja


Reporter: Vina Elvira | Editor: Handoyo .

Saat ini, upaya pengendalian impor telah diatur dalam kebijakan tata niaga impor (Persetujuan Impor/PI). Namun, terangnya, kebijakan tersebut masih belum cukup karena hanya berfungsi untuk mengendalikan impor baja dari sisi volume saja dan tidak bisa merubah atau mempengaruhi struktur harga baja impor yang masuk secara dumping

Maka dari itu, implementasi kebijakan yang berpihak kepada industri baja nasional sangatlah diperlukan. Sebab, saat ini berbagai instrumen perlindungan dari perdagangan tidak adil yang diajukan produsen baja nasional belum  mendapatkan persetujuan dari Pemerintah.

“Permohonan perpanjangan dan penerapan BMAD untuk produk Cold Rolled Coil/Sheet, Hot Rolled Coil, Wire Rod, Cold Rolled Coil Stainless Steel, BJLAS dan perpanjangan safeguard untuk I & H Section hingga saat ini belum mendapatkan persetujuan," ujarnya. 

Berdasarkan data dari World Trade Organization (WTO,2020), Indonesia belum banyak menggunakan instrumen trade remedies untuk melindungi industri dalam negeri. Khusus untuk produk besi dan baja, Indonesia baru mengenakan trade remedies sebanyak 43 kasus, dan masih sangat jauh bila dibandingkan dengan AS (353), Uni Eropa (149), Kanada (146), Australia (80), India (69) dan bahkan Thailand (52). 

Kebijakan trade remedies selain memberikan perlindungan terhadap industri baja nasional, juga sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional secara keseluruhan. Hal ini sesuai kajian LPEM Universitas Indonesia terbaru yang menyebutkan pengenaan tarif BMAD dan safeguard atas impor produk-produk baja dapat meningkatkan PDB nasional sampai 0,15% atau setara dengan Rp 2,3 triliun dan memperbaiki neraca perdagangan nasional hingga Rp 5,6 triliun.

“Instrumen anti dumping ini bukan merupakan kebijakan perlindungan khusus terhadap suatu industri, melainkan respon pemerintah atas kerugian atau injury yang dialami industri akibat adanya perdagangan curang (unfair trade). Perhatian dan dukungan penuh dari pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal kebijakan impor karena jika industri dalam negeri tidak dilindungi dari barang impor yang dilakukan secara curang, maka hal tersebut dapat berpengaruh terhadap industri, iklim investasi dan perekonomian nasional”, tutup Silmy.

Selanjutnya: Krakatau Steel (KRAS) optimistis prospek ekspor baja tetap positif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×