Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) memastikan akan tetap menggunakan sistem zona (zona based) dalam impor sapi dan daging dari negara lain. Meski aturan tersebut kini tengah menjadi polemik, terkait kasus suap di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kasus yang diduga melibatkan Hakim MK, Patrialis Akbar tersebut, terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan, impor sapi berdasarkan zonasi tetap diterapkan sebagai upaya menekan harga daging dalam negeri. "Kami sudah jalankan dari country based ke zona based. Tujuannya, untuk menekan harga daging dalam negeri. Ini butuh waktu, karena sudah jadi persoalan puluhan tahun. Impor kita buka dari New Zealand, Brasil, dan Meksiko," terangnya.
Melalui sistem zona based ini, impor sapi dan daging sapi tidak hanya bergantung pada 1 atau 2 negara saja, seperti Australia dan Selandia Baru. "Indonesia bisa mengimpor dari banyak negara yang harganya lebih murah. Sehingga peluang untuk mendapat harga sapi yang lebih murah cukup terbuka lebar," kata Amran.
Menurut Amran, pihaknya tetap memperketat pengecekan sapi maupun daging impor, seperti penyakit maupun kandungan bakteri. "Kami akan lakukan pengetatan pada impor, terutama soal bakteri, penyakit dan seterusnya. Kita punya ahli 1.128 orang," ucapnya.
Selain itu, tidak hanya pengetatan terhadap impor sapi saja, tetapi juga melindungi peternak nasional. "Tidak semudah kita tanda tangan langsung impor. Kami cek sampai dari sumbernya, kemudian diangkut. Tidak mungkin diangkut kalau kami tidak yakin bahwa daging dan sapinya tidak steril," jelas Amran.
Sebelum diterapkan aturan zonasi, Kemtan juga telah melakukan pengetatan keamanan pangan yang diimpor. "Semua komoditas yang impor kami lindungi. Sebelum zona based ini dijalankan, kami sudah proteksi. Dengan adanya zona based kami akan tingkatkan pengamanannya," tutur Amran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News