Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Janji pemerintah menurunkan harga gas industri nampaknya masih sulit terealisasi. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 40/2016 tentang Harga Gas untuk Industri Tertentu nyatanya belum mencakup industri yang dijanjikan bisa menikmati penurunan harga gas.
Penurunan harga gas baru bisa dirasakan oleh industri pupuk, petrokimia dan baja. Sementara harga gas untuk industri keramik, kaca, oleochemical dan sarung tangan karet masih dalam kajian pemerintah.
Djohardi Angga Kusumah, Senior Vice President Direktorat Gas dan Power Gas Pertamina, mengatakan, harga gas domestik di plant gate untuk konsumen di Jawa Barat US$ 9 per mmbtu, di Jawa Timur mencapai US$ 7,6 per mmbtu. Sedangkan di Sumatra Utara masih sekitar US$ 12 per mmbtu.
Sementara, harga liquefied natural gas (LNG) di pasar spot saat ini hanya sekitar US$ 5 per mmbtu. "Jelas harga domestik lebih tinggi dibanding harga LNG di pasar spot, antara US$ 5 per mmbtu dibandingkan US$ 9 per mmbtu. Kalau impor bisa menjadikan netral, tapi tergantung situasi pasar internasional," ujar Djohardi, Selasa (7/2).
Elisa Sinaga, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), menyatakan, penurunan harga gas karena impor LNG itu tergantung pemerintah. Harga gas dan aturan terkait gas merupakan kewenangan pemerintah. "Kemajuan negara termasuk industrinya, sangat terkait upaya pemerintah mengelola energi yang dimiliki atau didapat," terang Elisa, ke KONTAN pada Selasa (7/2).
Menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, pemerintah terus berusaha membuat harga gas semakin kompetitif. Namun pemerintah juga memperhatikan pasokan gas dalam negeri.
Impor akan dibuka jika suplai LNG domestik tidak mampu mencukupi kebutuhan industri dalam negeri.
"Aturannya sedang kami bahas. Intinya, kami berusaha agar kita mendapatkan harga gas yang kompetitif. Tapi kami mengutamakan yang di dalam, kalau di dalam tidak memenuhi, kami membuka impor dan ini membutuhkan waktu," ungkap Arcandra, Selasa (7/2).
Pemerintah juga menginginkan impor LNG ketika infrastruktur gas, seperti fasilitas regasifikasi sudah terbangun. "Kalau impor LNG, infrastruktur dibangun dulu. Pembangunan ini perlu tahunan. Nah, bagaimana cara impor LNG tanpa infrastruktur? " katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News