Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Impor produk makanan dan minuman dari Malaysia selama periode bulan Januari hingga Mei 2011 mencapai US$ 20,67 juta mengalami peningkatan hingga 76,17% dari periode yang sama tahun lalu. Impor makanan dan minuman dari Malaysia mudah masuk ke Indonesia karena wilayahnya yang berdekatan dan produknya sama dengan selera orang Indonesia.
Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Franky Sibarani mengatakan peningkatan impor produk makanan dan minuman dari Malaysia bisa mengancam industri di dalam negeri. "Impor dari Malaysia merupakan 23,08% dari total impor makanan dan minuman," kata Franky dalam siaran persnya, Selasa (14/6).
Franky mengatakan Malaysia akan semakin menguasai pasar makanan dan minuman di dalam negeri jika persoalan daya saing tidak ditangani secara optimal. Persoalan daya saing yang selama ini dihadapi industri makanan dan minuman di antaranya adalah pasokan gas yang terbatas dan biaya logistik yang sangat tinggi.
Di urutan kedua terbesar negara pengimpor makanan dan minuman dari Asean adalah Thailand yang mencapai US$ 8,96 juta atau turun 23,22%. Selanjutnya Singapura mencapai US$ 7,48 juta atau naik 29,08% dan Filipina mencapai US$ 5,51 juta. Vietnam yang tahun lalu belum muncul sebagai pengimpor, tahun ini mencatatkan angka U$$ 1,22 juta. Sedangkan impor dari China mencapai 11,37 juta atau turun 6,66%. Total impor makanan dan minuman dari seluruh negara pada Januari hingga Mei mencapai US$ 89,87 juta atau naik 17,02% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Deddy Saleh, Direktur Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan mengatakan naiknya impor makanan dan minuman dari negara Asean terutama Malaysia bisa juga disebabkan karena peralihan dari impor ilegal menjadi legal. "Sekarang bea impor sudah nol persen, jadi ada kemungkinan yang sebelumnya ilegal beralih legal," kata Deddy.
Meski demikian, Dedy mengatakan impor ilegal masih terjadi terutama di daerah perbatasan. Jadi menurutnya data impor bisa juga lebih tinggi dari yang tercatat resmi. Impor ilegal di antaranya karena tidak memiliki label berbahasa Indonesia dan juga tidak memiliki kode ML dari BPOM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News